31

640 66 7
                                    

Bunga dengan berbagai jenis dan warna memenuhi satu bagian kamar Jungkook, membuatnya merasa seperti sedang menatap taman. Keranjang buah-buahan dan sebungkus cokelat menghiasi meja, Yoongi mengunyahnya dengan gembira setiap kali ada penjenguk yang pergi.

Jumlah penjenguk yang datang ke rumah sakit untuk menjenguk Jungkook sangat luar biasa. Rekan-rekannya dari butik datang di pagi hari, perhatian mereka yang tulus untuknya dan kebaikan mereka menyentuh hatinya.

Tapi yang benar-benar membuat ia tercengang dan tenggelam dalam kebahagiaan adalah ketika Jin masuk bersama dengan Keenan yang mengoceh di gendongannya, juga ditemani oleh dua perawat perempuan dan beberapa anak lain juga yang sangat dekat dengannya dan sangat ingin melihatnya setelah mendengar bahwa ia jatuh sakit.

"Halo, Jagoan Kecil!" sapa Jungkook, dengan hati-hati dan dengan cepat mengambil alih Keenan dari pelukan Seokjin.

"Aku pikir, kau akan senang melihatnya, Jungkook," kata Seokjin.

"Benar sekali." Jungkook mengangguk, tidak mengalihkan pandangan dari Keenan saat anak laki-laki itu mencengkeram pakaian rumah sakitnya saat ia berada di pelukannya. Matanya yang gembira mendongak dan menatap wajah Jungkook dengan heran.

Merasa puas, Jungkook menghela napas sebentar sambil menutup matanya. Tidak diragukan lagi, Keenan membuatnya merasa lengkap. Andai saja ia bisa memilikinya selamanya, andai saja ia bisa merasakan hal ini selamanya.

"Jadi itu anak kesayanganmu, Kook," suara Yoongi menggema ke seluruh ruangan saat ia terkekeh dengan kagum. 

Mencondongkan wajahnya untuk menempatkan pelipisnya di kepala Keenan, ia melihat ke tempat Yoongi berada. Ia tidak bisa menahan tawa saat melihat Yoongi menawarkan cokelat kepada anak-anak yang datang, tentu saja mereka tidak menolak. Dengan malu-malu, mereka mengambil apa pun yang mereka suka dan berjalan ke samping tempat tidur Jungkook. Dan kemudian, mereka mulai menanyainya tentang perban di kepalanya dan tentang kapan demamnya yang sangat parah akan hilang, Jungkook menjawab mereka dengan sabar dan tertawa setiap kali mereka ragu dan kerutan kecil yang lucu menghiasi dahi mereka. 

Sungguh, menghabiskan waktu bersama anak-anak memiliki kekuatan untuk menyembuhkan; bahkan obat pun tidak bisa melakukan hal yang sama.

Jungkook merasa segar kembali saat Seokjin pergi dengan janji untuk kembali dan menjenguknya lagi keesokan harinya. Seperti biasa, rasanya menyakitkan untuk mengucapkan selamat tinggal pada Keenan, tapi ia menghibur dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa ia akan segera bertemu dengannya lagi.

Karena penyakitnya, ia masih tidak memiliki harapan untuk mengadopsi Keenan saat ini. Tapi itu adalah mimpi yang belum ia biarkan mati.

Keajaiban sering terjadi. Bahkan kesadarannya setelah koma membuktikan adanya sebuah keajaiban. Sudah begitu lama, Jungkook terus mengalami kemalangan demi kemalangan sehingga sekarang ia semakin terbiasa merasakan hal buruk terjadi padanya. Bahkan sedikit bantuan dari takdir bahkan membuatnya tak percaya.

Ada pemikiran lain yang sering membuatnya takut. Akan tiba saatnya ia harus menghadapi Taehyung. Namun, hatinya berharap waktu itu tidak segera datang.

Tapi itu tidak membantu, ia tahu pria itu selalu menunggu di luar kamarnya. Perawat memberi tahu Jungkook.

Setelah hari itu, ketika ia menolak untuk berbicara dengan Taehyung, pria itu tidak mencoba masuk ke kamarnya lagi, tapi ia datang setiap hari dan hanya akan duduk di luar kamarnya sepanjang jam kunjungan, itu membuat Yoongi dan Jimin kesal. Namun, seiring berjalannya waktu, entah mengapa Theo menjadi terbiasa atas kehadiran Taehyung, Jungkook memperhatikannya.

Jungkook bermaksud berbicara dengan Theo dan mencari tahu apa yang terjadi, tapi Taehyung adalah subjek pembicaraan yang canggung sehingga Theo memilih untuk mengindari topik itu.

***

Ia baru saja selesai makan siang hari itu, dan untuk pertama kalinya dia tidak tersedak sekali pun. Saat itulah perawat masuk dengan mata berbinar dan buket bunga lili di tangannya.

"Lihat," perawat itu berkata, merendahkan suaranya. "Laki-laki yang duduk di luar kamarmu setiap hari, dia memintaku untuk memberimu ini," ia menunjuk ke arah karangan bunga. "Tapi aku tahu kau punya masalah dengannya, jadi, jika kau tidak ingin menyimpannya, aku akan kembali dan menyerahkannya kembali padanya."

Taehyung.

Hembusan napas pelan lolos dari bibir Jungkook.

Kenangan terlintas di benaknya tentang hari-hari saat pria itu biasa membawakan bunga yang sama untuknya, hari-hari mereka dulu bahagia dan dipenuhi cinta.

Taehyung selalu mengatakan ia secantik bunga lili. Sederhana dan tidak rumit. Dan mungkin itulah sebabnya ketika konflik muncul, tidak butuh waktu lama baginya untuk kehilangan semuanya.

Suara decitan pintu terdengar dan membuat Jungkook tersadar dari lamunannya. Theo berdiri di sana di ambang pintu, tangannya berada di belakang punggungnya. Dan sepertinya ia mendengar apa yang dikatakan perawat.

"Ah," ia menghela napas dan kemudian tersenyum pada Jungkook setelah lama memandangi bunga lili yang masih berada di tangan perawat itu.

"Kenapa kau masih berdiri di sana?" kata Jungkook, balas tersenyum. "Masuklah."

Sekarang adalah giliran Theo untuk berjaga. Dan Jungkook merasa sangat bersemangat memikirkan mereka akan membuat rencana tentang usaha baru butik mereka. Tapi Theo melangkah mundur, dan hal itu membuat Jungkook menjadi bingung, tangan pria itu masih tetap di belakangnya.

"Aku akan kembali sebentar lagi," katanya buru-buru, senyumnya sedikit goyah. "Aku baru ingat harus menelepon seseorang."

Jungkook mengerutkan kening saat Theo berjalan keluar dengan berjalan mundur. Ia punya firasat bahwa Theo memiliki sesuatu di tangannya yang sengaja ia sembunyikan. Aneh.

Perawat berdeham, membuat Jungkook melihat kembali menatapnya. Ia melambaikan buket bunga lili. Dan Jungkook mengerang, tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan bunga itu. Jika ia menyimpannya, Taehyung mungkin akan salah paham, dan jika ia menolak maka pria itu pasti akan terluka.

Untuk menyelesaikan masalah ini, ia tahu ia harus menghadapinya dan melakukan pembicaraan dengan pria itu. Tapi masalahnya, ia masih belum siap.

Menghadapi Taehyung berarti menghadapi pernikahannya, hatinya, dan segala sesuatu yang ada dan belum ada di antara mereka.

"Tolong kembalikan padanya," kata Jungkook sambil menghela napas, menatap kembali ke perawat yang telah menunggu jawabannya dengan sabar. "Dan katakan padanya untuk tidak membawakanku apa pun lagi."

Perawat itu mengangguk dengan senyum pengertian. "Haruskah aku melemparkannya ke wajahnya sebagai efek jera?"

Jungkook mengangkat sebelah alis. "Tidak. Serahkan saja padanya, itu sudah cukup. Terima kasih."

Saat perawat pergi dengan pintu tertutup, Jungkook merosot kembali ke tempat tidur dan memejamkan mata menyadari bahwa Taehyung harus segera membuka matanya suatu hari nanti jika tidak tepat saat ini.

Tapi beberapa hari kemudian, Jungkook masih belum tahu apakah ia sudah siap.

Untungnya, Taehyung mendengarkan keinginannya dan tidak membawa bunga lili atau apa pun lagi. Pria itu masih duduk di luar pintu kamarnya. Perawat selalu memberinya informasi dan bertanya apakah ia harus memanggil keamanan dan melarang pria itu untuk datang ke rumah sakit. Tentu saja Jungkook menolak.

Masalahnya adalah, tidak peduli seberapa banyak Taehyung telah menyakitinya, ia masih tidak bisa memaksa dirinya untuk melakukan hal yang sama pada pria itu.

Terutama ketika ia mendengar rasa sakit dan penyesalan yang luar biasa dalam suara Taehyung hari itu ketika ia masuk ke kamarnya dan ia tidak sudi untuk menatapnya. Karena bagaimana ia bisa menyakiti seseorang yang jelas-jelas sudah sangat terluka? Selain itu, teman-temannya yang setia dan ganas telah mengatakan dan melakukan begitu banyak hal pada Taehyung. Jungkook takut jika ia menambahkan rasa sakit pada Taehyung, ia tidak akan ada bedanya dengan pria itu.

Bersambung

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang