12

3.1K 128 14
                                    

"Lo bawa mobil, kan, Dit? Kenapa gak nyetir?" Eras bertanya tanpa menoleh. Pandangan matanya fokus pada jalanan.

"Sesekali gue mau ngerasain jadi penumpang," jawab Aditya cuek. Ia memandang ke luar jendela.

Mata Aditya sangat mengantuk. Ia sempat tidur beberapa jam karena ia baru pulang subuh dari tempat hiburan malam.

"Yang mau tidur silakan kecuali Wirya," ujar Eras. Ia melirik sebentar ke sebelah kiri tempat dimana Wirya duduk. "Lo gak boleh tidur, Bro. Lo yang ntar nyadarin gue kalau ngantuk."

Wirya tertawa. "Santai aja. Gue udah biasa gak tidur selama di perjalanan."

Mereka berangkat dari rumah Eras pukul satu siang. Waktu yang ditempuh untuk ke villa adalah tiga jam jadi mereka akan tiba disana sekitar pukul empat sore.

Posisi mereka sekarang adalah Eras yang membawa mobil dengan Wirya di sampingnya. Kursi tengah diisi oleh Hani dan Bunga, dan kursi paling belakang diisi oleh Aditya dan Keisha.

Aditya dan Keisha memilih membisu sedangkan yang lainnya berceloteh. Hani dan Bunga terdengar tengah saling membagikan cerita tentang perkuliahan mereka, Eras yang sibuk membawa mobil sesekali berbicara mengenai pekerjaan bersama Wirya.

Keisha melirik Aditya yang berada di samping kanannya. Kedua mata lelaki itu terpejam. Sepertinya ia sedang tidur. Keisha juga tidak mau mengajaknya berbicara. Lagian apa yang akan mereka bicarakan?

Ia memilih untuk mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik cerita. Badannya condong ke kiri agar tidak bisa dilihat oleh siapa pun.

Sayangnya hari ini adalah hari terakhir Eras berada di London. Besok pria itu sudah harus kembali ke Swiss untuk perjalanan bisnis.

Pikiran Mona berkecamuk. Sudah hampir lima tahun mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih namun belum ada kejelasan mau dibawa kemana hubungan ini nantinya.

Ia ingin bertanya kepada Eras, kapan ia akan mempersuntingnya tetapi pertanyaan itu tidak pernah keluar dari bibirnya. Orangtua Mona sudah bertanya kapan anaknya tersebut menikah mengingat umur orangtuanya yang tak lagi muda. Orangtua Mona ingin segera melihat Mona menikah dengan pria yang ia cintai, mereka ingin melihat Mona membentuk keluarga kecilnya sendiri sebelum waktu merenggut mereka.

Mona mendongak, menatap Eras yang sedang menonton Netflix. Bibirnya bergetar ingin melontarkan pertanyaannya tadi namun kembali bungkam saat Eras menatapnya juga.

"Ada apa, Sayang?" Mona merasakan usapan lembut tangan Eras pada kepalanya. "Kau mengantuk hm?"

Mona menggeleng. "Aku hanya memperhatikan wajahmu. Serius sekali menonton."

"Filmnya seru. Aku sedikit kaget saat zombie itu muncul di layar."

"Begitu?"

Eras mengangguk. "Jika kau sudah mengantuk, tidur lah. Aku tahu kau pasti lelah sudah bekerja seharian."

Mona diam. Ia masih memperhatikan Eras yang kembali menikmati tontonannya.

Cup!

Sekejap Mona mengecup bibir Eras tanpa lumatan apapun. Ia mengecupnya seringan kapas. "I love you, Eras."

"Tiba-tiba?" Eras merunduk untuk melihat ekspresi Mona. Sebenarnya apa yang sedang melanda wanitanya itu. Tidak biasanya Mona bertingkah seperti ini.

Dengan mata yang berbinar, Mona menatap Eras sendu. Entah lah, ia amat sedih. Besok ia harus kembali berpisah dengan Eras ditambah desakan kepastian mengenai hubungannya yang dilemparkan oleh orangtuanya. Mona sendiri juga setuju dengan orangtuanya. Ia ingin memiliki hubungan yang lebih sakral bersama Eras. Ia sudah siap untuk hidup dan mati bersama Eras.

Melihat tatapan sendu Mona membuat sesuatu dalam diri Eras bergejolak. Tangan kanannya yang bebas merengkuh dagu Mona dan menariknya untuk mendekat. Ia mengecup pelan bibir penuh Mona sebagai balasan kecupan Mona tadi. Lama kelamaan kecupan pelan itu berubah menjadi ciuman dalam. Eras memiringkan kepalanya agar kedua bibir mereka dapat semakin erat.

"Eungh.." Mona melenguh saat lidah Eras menerobos masuk ke dalam mulutnya. Lidah panas Eras menari-nari di dalam mulutnya, mengabsen setiap gigi Mona. Kedua mata Mona terpejam menikmatinya. Tanpa sadar Eras sudah berada di atas Mona, mengungkung tubuh kecil wanita itu untuk melanjutkan—

"Oh, jadi gini kelakuan asli lo di balik tampang innocent itu?"

"Aaaaa!" Keisha berteriak. Kaget melihat Aditya yang sudah ada di sampingnya.

"Ada apa, Sa?" Eras melirik keadaan bangku belakang dari kaca di atas kepalanya. Sedangkan Hani dan Bunga sudah tertidur pulas.

Keisha menggeleng cepat. "E-enggak, Kak. Kirain tadi ada kecoa rupanya bungkus permen kopi."

Saat ini jantung Keisha berdetak diluar normal. Ia tidak berani menatap Aditya. Keisha lebih memilih melihat jalanan yang ada di luar jendela sambil menggenggam erat ponselnya.

"Kenapa ada nama Eras disitu?" Aditya kembali bersuara. "Lo memfantasikan dia, ya?"

Mati gue!

Senyum miring tercetak di wajah Aditya melihat Keisha yang diam seribu bahasa. "Gak nyangka gue, Sa. Lo masih nulis gituan tentang dia." Aditya berbisik pelan agar tidak terdengar oleh yang lainnya. "You're so perverted, Keisha Anjani."

Keisha berbalik dan hampir kembali berteriak saat wajah Aditya berada tepat di depan wajahnya. Hidung mereka pun sampai bisa bersentuhan saking dekatnya.

"Sutsss!" Aditya meletakkan telunjuknya di depan bibir Keisha. Setelah perempuan itu tenang, ia menarik tubuhnya menjauh. Tatapan jenaka dan senyum miring masih ia tampakkan pada Keisha membuat perempuan itu mati kutu.

Aditya mengedikkan dagunya ke arah Eras sembari memberi isyarat kepada Keisha seperti, "Bagaimana kalau dia tahu?"

Keisha menggeleng pasrah. Ia menatap Aditya memohon. "Please, no." Keisha bergumam pelan. Kalau sampai Eras tahu kegiatannya ini, Keisha benar-benar akan malu luar biasa. Ia tidak akan sanggup untuk menatap lelaki itu lagi. Atau mungkin ia akan menjauh sejauh mungkin dari Eras.

"Lo nakal, Keisha." Aditya mengedipkan sebelah matanya pada Keisha. Ia senang melihat ekspresi kaku yang nampak pada wajah Keisha.

Kedua mata Keisha memanas. Seperti sebentar lagi ia akan menangis. Segera mungkin ia membuang pandangan ke luar jendela. Jantungnya masih berdetak hebat. AC mobil sama sekali tidak membantu menurunkan suhu tubuhnya. Keringat mengalir di pelipis matanya.

Ponsel yang ada dalam genggamannya bergetar.

08XXXXXXXX
Watch your attitude
Atau gue bongkar semua rahasia lo :)

Keisha menatap horor pesan tersebut. Tanpa perlu menebak ia sudah tahu siapa yang mengirimkan pesan ini. Ia melihat ke arah Aditya yang tersenyum lebar sampai kedua matanya menghilang.

Glup! Gawat, kartu AS paling penting bagi bagi Keisha sudah berada di tangan Aditya.

BERSAMBUNG

He's Aditya!

He's Aditya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Main Character [Mature Content]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang