13

3.2K 148 16
                                    

Boleh dong minta bintang sama komennya:(
Saya suka lho berinteraksi sama pembaca, ngeliat banyak yg komen buat saya jadi makin semangat nulisnya
.
.

Seperti biasanya, makan malam ini sunyi. Hanya suara alat makan berpadu dengan piring yang terdengar. Aditya melahap makanannya dengan tegang. Ia sudah sangat hapal, sebentar lagi pasti ia akan mendapatkan sepatah dua kata dari orang yang ada di seberangnya.

Aditya dapat melihat Admaja Widiyanto-ayahnya tengah menepuk-nepuk pelan sudut bibirnya dengan kain, tanda kalau ia sudah selesai dengan santapannya.

"Kata Bu Retno kamu ikut mengurus komunitas CAI?" Bu Retno adalah pembina komunitas Ceria Anak Indonesia dan Admaja menjadi salah satu pemasok dana komunitas jadi wajar saja kalau Admaja tahu seluk-beluk perkembangan komunitas tersebut.

Aditya meletakkan alat makannya. "Iya Pa. Lebih kurang sudah seminggu Aditya bergabung dengan komunitas itu."

"Bagus lah. Sekarang kegiatan mu lebih bermanfaat daripada keluyuran tidak jelas." Admaja menatap dalam anak sulungnya tersebut. "Disana juga ada Eras. Kamu bisa belajar banyak darinya. Jika kamu ada waktu luang, kamu bisa tanya ke dia perihal kegiatan lain yang bisa menambah portofolio untuk CV mu."

Di bawah meja kedua tangan Aditya tergenggam erat. "Semester depan kamu sudah masuk semester lima. Kalau tidak salah dalam SKS kamu ada kegiatan magang, bukan? Cari lah mulai dari sekarang. Papa bisa saja memasukkan nama kamu, itu mudah bagi papa. Tapi papa tidak mau. Kamu harus berusaha sendiri."

Aditya juga tidak butuh bantuan papanya. Jika ia menerima tawaran tersebut, ada kemungkinan hidupnya akan semakin dikendalikan oleh Admaja. Cukup lah sedari kecil hingga ia masuk kuliah semua pilihan Admaja yang memutuskan. Untuk ke depannya Aditya akan menolak. Ia ingin hidup berdasarkan kehendaknya sendiri.

"Kamu seharusnya merasa senang bisa berteman dekat dengan Eras. Lihat lah dia. Eras adalah anak dari seorang pembisnis sukses tapi ia tidak mau menggunakan nama keluarganya untuk mempermulus hidupnya."

Sekarang kedua tangan Aditya yang masih berada di bawah meja mencengkeram kuat pahanya.

"Eras lagi! Kenapa aku selalu dibandingkan dengan dia?!"

"Sebulan lalu ia mencari lowongan magang di perusahaan Bastari. Mama kamu yang melihatnya ada disana. Benar kan, Ma?" Admaja melirik ke arah Keisya Bestari-istrinya.

Keisya tersenyum lembut. "Benar, Pa. Kami sempat bertemu di lobby. Aku gak nyangka kalau dia ada disana untuk apply magang. Aku kira Eras bakalan magang di perusahaan papanya."

"Kelak dia akan berjaya seperti ayahnya," ucap Admaja kembali. "Andai kamu bisa menjadi seperti dia, Aditya."

Cukup sudah! Kuping Aditya sudah jengah mendengar semua perkataan Admaja. "Aku gak mau seperti dia Pa dan berhenti lah membandingkanku dengan Eras. Dia gak lebih bagus dari aku!"

Aditya bangkit dari duduknya. Hilang sudah keinginannya untuk makan. Makanannya yang belum habis itu ditinggalkan begitu saja.

"Sebastian!" panggil Admaja dengan tegas. "Papa belum selesai ngomong. Kembali!"

Yang dipanggil tidak mempedulikan. Aditya tetap berjalan menjauhi ruang makan. Keisya yang melihat itu ikut mengejarnya.

"Aditya!" teriaknya saat Aditya sudah mencapai pintu. "Kamu mau kemana?" Ia berlari mengejar Aditya dan mencekal lengannya. "Di luar sedang hujan. Jangan pergi atau kamu bakalan sakit. Mama yang akan berbicara dengan papa biar gak maksa kamu terus."

Tubuh Aditya berbalik. Ia menatap tajam Keisya sambil menghempaskan cekalan tangan wanita itu. "Nggak usah pedulikan aku." Ia tersenyum miring. "Dan jangan menyebut dirimu 'mama' di depanku sebab mamaku hanya ada satu dan itu bukan kamu!" Sorot mata Aditya sarat akan akan dendam dan kesedihan.

Main Character [Mature Content]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang