5

6.3K 176 8
                                    

Agaknya Keisha menyesal hari ini datang ke rumah baca. Beberapa hal membuatnya ingin segera pergi dari sini. Pertama, ia bertemu dengan Aditya yang sikapnya sangat menjengkelkan. Keisha sangat anti dengan lelaki itu sejak semasa SMP. Kenapa Tuhan harus mempertemukannya lagi dengan Aditya? Lalu, alasan kedua, siapa sangka jika seorang Hani yang notabene yang bukan anggota komunitas datang dan duduk bersamanya di tengah rumah.

"Bunda, pengen pulang." Hati Keisha mencelos. Ia sungguh ingin pulang saja.

Keisha mencoba untuk tersenyum saat meladeni anak-anak yang memintanya untuk membacakan buku dongeng.

"Jahat banget Bawang Merah. Aku gak suka sama Bawang Merah." Seorang anak menanggapi dongeng yang diceritakan.

Keisha memandang ke arah Hani yang tengah bercengkrama dengan anggota lainnya. Tentu saja ia dikenal banyak orang, perempuan itu sangat ramah dan juga pintar bergaul. Di sebelahnya ada Eras yang sedang duduk sambil menyandarkan kepala pada bahu Hani.

"Ck!" Kerutan muncul pada dahi Keisha. Ia menoleh ke belakang, mendapati Aditya yang sedang sibuk melipat karpet dan menyusun beberapa meja.

"Lambat banget kerjaannya," gumam Keisha memperhatikan Aditya. "Kalian kalau mau baca dongeng lain ambil aja ya. Kakak mau kesana dulu."

Kalau pekerjaan Aditya lambat alhasil mereka akan pulang terlambat pula. Keisha tidak mau berlama-lama lagi disini. Keisha berdiri menghampiri Aditya.

"Apa?" Aditya mendongak ke arah Keisha yang berdiri di depannya.

"Sini gue bantuin."

Tanpa menunggu persetujuan dari Aditya, Keisha langsung mengambil alih ujung kiri karpet tersebut. Mereka menyamakan posisi tangan, menggulung karpet lebar itu bersama-sama. Setelah itu Keisha menyusun karpet itu di dinding sedangkan Aditya membereskan meja.

Tanpa mereka sadari Eras dan Hani menonton kerja bakti mereka dari sudut ruangan.

"Wih, rajinnya Aditya," ucap Hani seraya mendekat. Senyum lebar menghiasi wajahnya yang cantik.

"Pengen gue foto terus kirim ke Tante Keisya. Jarang-jarang Adit mau disuruh bersih-bersih." Eras tertawa dan bersiap mengangkat ponselnya.

"Bacot! Gak usah foto-foto lo!" Aditya menatap malas Eras.

"Gak papa lah, kenang-kenangan." Klik! Momen pun terabadikan dalam ponsel Eras.

"Berengsek, beneran lo foto?! Hapus!" teriak Aditya membuat anak-anak teralihkan padanya.

Keisha terbengong melihat Aditya yang berusaha merebut ponsel Eras. "Gak beda jauh dari bocah," katanya pelan.

Tangan Hani terulur ke bahu Aditya. Ia menarik pelan lelaki tersebut untuk mundur dari Eras. "Udah jangan kayak gitu lah. Gak malu diliatin Keisha sama anak-anak lain?" Perempuan itu tertawa pelan. "Sayang, hapus foto itu, ya  Aditya gak suka fotonya disimpan."

Aditya melirik Hani dan Eras bergantian. Perasaan kesal menyelinap masuk ke dalam dirinya.

Eras menyodorkan ponselnya ke depan wajah Aditya. "Nih, sudah dihapus, ya. Ini karena Hani yang minta."

Aditya melengos. Ia memilih untuk mengangkat meja kembali. Pekerjaannya tadi belum selesai.

Seusai semuanya beres, para anggota berkumpul di depan rumah untuk melakukan briefing sebelum pulang.

"Ada beberapa agenda penting yang bakal kita lakuin ke depan." Deni yang menjabat sebagai ketua komunitas Ceria Anak Indonesia tahun ini berdiri di tengah-tengah. "Pertama, lusa nanti kita bakal ngadain galang dana di titik-titik tertentu. Saah satunya di pertigaan lampu merah. Nanti disebar informasinya lewat grup. Rencana galang dana ini udah kita bahas minggu lalu, tapi gue mau ingetin lagi. Kalau gak sehat, gak papa gak ikut galang dana. Gue gak mau kejadian pingsan di jalan terulang lagi."

Deni mengangkat jari telunjuk dan tengah bersamaan. "Yang kedua, sebentar lagi liburan semester. Gue ada opsi pengen ngadain liburan bareng seangggota komunitas aja. Rencana dari gue kita liburan ke pantai. Semester lalu kita gak jadi ke pantai karena banyak anggota yang ikut semester pendek. Kalian boleh kasih opsi lain kalau punya rekomendasi tempat." Semua memperhatikan Deni dengan seksama.

"Oh, iya, ngomong-ngomong soal rencana liburan ini. Kalian pengen gak, sih, liburan? Ntar gue udah cuap-cuap panjang gak taunya cuma gue yang pengen banget." Deni terkekeh.

"Kalau gue setuju banget, sih!" Bunga berteriak heboh. "Gue butuh healing. Mabok gue ngeliatin skripsi terus."

"Kasihan, derita mahasiswa akhir," balas Deni. "Padahal gue mahasiswa akhir juga huhu." Lelaki itu memasang wajah sok sedih. "Yang lain gimana? Setuju gak kita liburan bareng."

Hampir semua anggota setuju dengan ide tersebut. Mereka memang butuh pelepasan dari penatnya kuliah, kerja, dan aktivitas monoton yang mereka lakukan selama ini.

"Okei, rencana liburan disetujui! Sebelum pulang ada baiknya kita berdoa bersama menurut kepercayaan masing-masing. Berdoa mulai."

Semua menundukkan kepala. "Berdoa selesai." Kemudian kepala terangkat seperti semula.

"Pulang naik apa, Sa?"

"Naik ojol Kak," jawab Keisha kepada Hani. Ia mengeluarkan ponsel untuk memesan ojek online.

"Bareng kita aja, mau?" tanya Hani kembali. "Kayaknya mau hujan." Ia menengadah menatap langit yang gelap.

"Ah, makasih, Kak. Tapi, gak papa Keisha pulang sendiri aja."

"Ada apa, hm?" Eras datang. Ia memperhatikan Keisha dan Hani.

"Aku mau ngajak Keisha pulang bareng kita soalnya mau hujan."

"Oh, boleh, tuh. Yuk lah."

Keisha menggeleng. "Gue pulang sendiri aja, Kak." Yap, gue pulang sendiri aja. Biarin keujanan daripada kepanasan ngeliat kalian berdua. "Lagian beda arah juga, Kak. Ntar jauh buat muter."

"Pulang sama Aditya aja. Rumah Aditya searah kan sama Keisha, Yang?"

"Iya searah, tapi gak tau anaknya mau atau gak." Eras melirik Aditya yang sudah duduk di motornya.

"Aditya!" panggil Hani. Tangannya melambai-lambai. "Sini bentar."

"Aduh, biarin gue pulang sendiri aja kenapa, sih?"

"Kenapa, Kak?"

"Kakak mau minta tolong anter Keisha balik," ujar Hani. "Kamu pulang ke rumah, kan?"

"Eh, gak perlu, Kak. Gak usah, serius!" Keisha tersenyum kikuk.

Sepasang mata Aditya menatap Keisha sejenak dari balik helm-nya kemudian beralih pada Hani.

"Gak kak. Gue balik ke apartemen."

"Punten, Keisha ada yang nyariin lo, tuh." Bunga tiba-tiba muncul dari belakang mereka.

"Siapa, Kak?" Keisha mengernyit heran. Seingatnya ia belum memesan ojek.

"Si Ayang." Bunga tersenyum jahil. "Cie, piwit. Ditunggu pajak jadian makan bareng di Pak Cepi."

Keisha terbelalak melihat Rahmat melambaikan tangan ke arahnya. Lelaki itu duduk di atas motornya. Ia menunduk malu dengan yang lainnya. Rumor soal dirinya dan Rahmat akan semakin memanas, tapi Keisha bersyukur Rahmat menjemputnya. Ia jadi punya alasan kuat untuk tidak ikut pulang bersama Eras ataupun Aditya.

"Kok, kamu gak bilang-bilang kalau udah punya pacar?" Hani memukul pelan bahu Keisha. Perempuan itu lagi-lagi tersenyum ke arahnya.

"Bukan pacar, Kak. Temen doang." Keisha mengelus bahunya yang habis dipukul Hani.

"Temen apa temen?" Hani kembali menggoda Keisha.

"Serius cuma temen, Kak."

"Udah mau hujan, nih. Yuk pulang, Yang." Eras memotong. Ia merangkul Hani. "Kami duluan, ya."

Keisha mengangguk. "Hati-hati, Kak!"

"Kamu punya utang cerita sama kakak, lho!" Hani berbalik sejenak ke arah Keisha. Jari telunjuknya terangkat.

Keisha hanya tersenyum. "Tolong, kita gak deket, ya."

Selepas Eras dan Hani pergi, Keisha berbalik menuju motor Rahmat. Sedangkan Aditya sudah menghilang. Entah kapan ia pergi dari sana.

BERSAMBUNG

Main Character [Mature Content]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang