Sinar matahari pagi yang masuk dari cela tirai kamar membuat kedua mata Mona perlahan terbuka. Ia merasakan sesuatu yang berat melingkari perutnya yang ramping. Senyumnya merekah melirik lengan kekar Eras yang memeluknya erat. Pelukannya sangat menenangkan.
Semburat merah terbit di pipinya kala teringat apa yang mereka lalui semalam. Ia benar-benar kacau dibuat Eras. Semalam Mona tidak berhenti menggemakan desahnya saat Eras sukses membuatnya merasakan kenikmatan, tiada henti.
Pergerakan kecil yang dibuat Mona menarik kesadaran Eras. Lelaki itu ikut terbangun. Lengannya menarik tubuh Mona semakin merapat padanya.
"Good morning, Sweety." Kecupan singkat mendarat di pipi Mona. Wanita itu berbalik. Sekarang ia berhadapan dengan Eras.
"Good morning, Sayang," balasnya dengan kecupan singkat juga, tapi kecupan itu mendarat di bibir Eras.
"Jangan memulai." Netra Eras menatap dalam Mona. "Kamu tahu kan kalau di pagi hari 'adik kecil' ku akan ikut terbangun, hm?"
"Maafkan aku, itu refleks." Mona menampilkan deretan giginya yang rapi. Tangannya mencoba kungkungan Eras pada perutnya. Ia terduduk sebentar di ranjang. Rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya terutama pada bagian tubuh bawahnya.
Badan Mona menegang seketika. Eras ikut duduk di belakangnya dan kedua tangan lelaki itu memeluknya erat. Kepala Eras menyusup di ceruk leher Mona. Napasnya menerpa leher wanitanya, memunculkan sengatan pada diri Mona.
"Apakah hari ini kamu tidak bisa di rumah saja?"
Mona menggeleng. "Akhir-akhir ini kantor sedang sibuk dan membutuhkan aku." Mona menoleh, mengecup pipi kiri Eras. "Aku akan pulang cepat. I promise."
"Akan aku tunggu," jawab Eras sebelum melumat bibir Mona.
"Sial!" Keisha menutup ponselnya. Efek patah hati sangat menyebalkan. Seharian ini ia jadi tidak bisa berpikir jernih dan terus uring-uringan.
"Lo kenapa, Sa? Dari tadi misu terus." Zaskia—teman satu jurusan Keisha—menatapnya heran.
"Lagi kesel aja, Kia." Setelah itu Keisha bungkam. Ia memilih untuk menyedot es teh, berharap dinginnya es dapat meleburkan panas hatinya.
"Paling lagi ngegalau-in oppa-oppa lagi." Rahmat menyahut dari kursi seberang. "Udah Sa, cari cowok lain aja yang lebih nyata dan bisa lo cium-cium. Jangan nyiumin ponsel terus, kuman, tahu!" Lelaki itu mengambil air putih dan menuangkannya pada gelasnya yang kosong. "Kayak gue contohnya."
Mata bulat Keisha menatap tajam Rahmat. "Eh, gue salah apa?" Rahmat terkekeh.
"Mending sama Pak Cepi aja daripada sama lo!" Pak Cepi salah satu pedagang di kantin kampus yang menjual martabak telur favorit Keisha.
Rahmat meletakkan telunjuknya di depan bibir. "Sutts! Jangan bilang gitu. Entar didenger bininya, berabe."
"Pak Cepi aja udah cerai sama istrinya," timpal Zaskia dengan mata fokus pada makalahnya.
"Hah, demi apa? Kok, gue gak tau?" Respon Rahmat heboh membuat Keisha tambah kesel.
"Gimana lo bisa tahu, lo aja udah jarang ke kantin," ujar Keisha sambil kembali memainkan ponselnya.
Mata Rahmat menyipit. "Cie, sadar banget gue udah jarang ke kantin."
"Sialan!" umpat Keisha dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Main Character [Mature Content]
RomanceRasakan sensasi menjadi tokoh utama. Keisha Anjani harus mengutuk dirinya sampai mati. Bagaimana tidak? Nilai minus mengenai dirinya yang gemar menerbitkan cerita dewasa diketahui orang lain dan itu bencana! "Oh, jadi gini kelakuan asli lo di balik...