16

3.1K 120 3
                                    

Keisha meletakkan goodie bag berwarna biru tua ke atas meja. "Semoga lo suka," ucapnya kemudian mendaratkan bokong pada sofa.

Tangan Rahmat meraih benda tersebut. "Wih, dapet oleh-oleh. Boleh gue buka sekarang?" Matanya melirik Keisha yang berseberangan dengannya.

Kepala Keisha mengangguk. "Buka aja."

Rahmat mengintip isi goodie bag tersebut. Terdapat beberapa makanan ringan khas, gelang, dan sebuah benda pipih yang membuat dahi Rahmat mengernyit.

"Pick gitar?" Ia mengangkat benda tipis itu dengan telunjuk dan jempolnya.

Pick gitar itu berbahan nylon dengan warna peach yang cerah.

"Gue keinget sama lo waktu liat pick itu di deretan pernak-pernik jadinya gue ambil, deh."

Lelaki itu memang hobi bermain gitar. Rahmat pandai bernyanyi. Alih-alih membawa buku ke kampus, Rahmat lebih sering membawa gitar akustiknya. Ia juga aktif membagikan bakat menyanyi tersebut di akun instagram pribadi. Tidak jarang komentar postingannya berisikan saran kepada Rahmat untuk mencoba berkarya di suatu channel YouTube.

Keisha meringis pelan setelah melihat Rahmat yang tidak melepaskan pandangannya dari pick. "Lo nggak suka, ya? Hm, seharusnya gue nurutin kata Kak Bunga untuk ambil yang warna hitam aja."

Rahmat menggeleng cepat. Sekarang pandangan matanya tertuju pada Keisha. "Gue suka. Apapun itu asal dari lo, gue suka, Sa." Senyum Rahmat mengembang membuat Keisha jadi ikut tersenyum.

"Syukur lah kalau gitu. Tinggal Gaby aja yang belum gue kasih." Keisha menggerakkan tangannya ke arah meja. "Sambil diminum, Mat."

"Iya Sa." Rahmat menyesap minuman yang telah disediakan Keisha lalu meletakkan kembali cangkirnya ke atas meja. "Oiya, si Gaby belum pulang? Bukannya seharusnya dua hari lalu udah sampai disini, ya?"

"Rencana awalnya memang gitu, tapi karena ada acara nikahan sepupu jauhnya jadi kepulangan dia ditunda." Keisha tertawa pelan mengingat obrolan terakhirnya bersama Gaby. "Dia ngomel-ngomel pengen cepet pulang. Katanya nggak betah disana."

"Neneknya masih suka jodohin dia?" Rahmat yang cukup dekat dengan Gaby dan Keisha juga sudah hapal dengan hal tersebut.

"Ya karena itulah dia nggak betah disana," balas Keisha. Ia melirik jam di dinding. "Yuk, Mat kita cabut."

"Ayo Sa."

Keisha mengunci pintu rumahnya terlebih dahulu sebelum pergi. Sofia sudah pergi ke toko kue sejak sejam yang lalu. Ia sudah memberitahu bundanya kalau ia akan pergi bersama Rahmat.

"Lo udah bisa bawa motor, Sa?" ujar Rahmat ketika melihat motor Keisha yang terparkir rapi di garasi. "Katanya lo diajarin sama salah satu anak cowok di komunitas."

"B-belum, sih. Gue masih takut bawanya." Mereka berdua keluar dari pekarangan rumah. Keisha juga mengunci pagar rumahnya. "Kok lo tau gue diajarin motor sama anak komunitas?"

Rahmat mengulas senyum hingga lekukan di pipinya muncul. "Kak Bunga yang cerita."

Keisha mendengus singkat. "Dasar Kak Bunga CCTV berjalan."

"Kalau lo mau belajar lagi, gue bisa kok ngajarin lo." Rahmat menatap serius. Nada bicaranya sedikit datar.

Apakah Rahmat cemburu?

Keisha tertawa pelan. "Gue mau belajar pelan-pelan aja Mat." Ia menolak secara halus.

Ngomong-ngomong soal belajar membawa motor, Keisha jadi teringat kalau ia tidak pernah lagi bertemu dengan Aditya sejak kepulangan mereka dari liburan. Lelaki itu seperti menghilang. Ia tidak datang lagi ke rumah baca atau ikut dalam kegiatan komunitas.

"Kenapa, Sa?" Rahmat menjentikkan jarinya di depan wajah Keisha.

Keisha tersadar dari lamunannya. "Enggak. Gue lagi mengingat, kompor tadi udah dimatiin belom, ya?"

"Masuk lagi aja. Berabe kalau belom dimatiin."

"Nggak usah Mat. Gue inget udah dimatiin," ujar Keisha. Kompornya memang sudah mati. Itu hanya alibi saja.

.
.




Saat ini Rahmat dan Keisha tengah berada di salah satu toko percetakan. Keisha berniat mengambil pesanan gantungan kunci yang beberapa hari yang lalu ia pesan. Gantungan kunci itu sebagai freebies untuk pembaca setia Keisha yang sudah menyisihkan uang untuk membeli novel karangannya.

"Penjualan novel lo lancar, Sa?"

Keisha mengalihkan fokusnya dari mesin fotokopi. "Lancar. Gue nggak nyangka aja kalau  butuh tambahan lebih kurang 50 novel lagi."

Keisha seorang penulis telah menjadi rahasia umum. Sejak SMP Keisha sudah gemar membuat cerita bergenre fanfiction di akun facebook-nya. Lalu saat duduk di bangku SMA Keisha iseng membagikan karangan halu miliknya di salah satu aplikasi baca dan boom! Lumayan banyak juga yang membaca dan menanti kelanjutan dari cerita yang dikarang Keisha. Mereka meminta kepada Keisha untuk menerbitkan buku dan seperti ini lah jadinya. Keisha menjadi seorang novelis.

"Lo nggak nyoba kirim naskah ke penerbit mayor?

"Gue nggak pede, Mat." Keisha tertawa. "Udah nyaman juga di penerbit indie."

"Mulai deh sikap nggak pedeannya." Rahmat menoyor dahi Keisha. "Siapa tahu naskah lo lolos Sa. Novel lo bisa dipajang di toko buku."

"Nanti gue pikirin lagi, deh."

Keisha belum ada niatan untuk menerbitkan karyanya melalui penerbit mayor. Selain karena kurang percaya diri, ia juga merasa kegiatannya yang satu ini hanya akan ia jadikan sebagai hobi bukan tempat mencari rupiah.

Meskipun begitu Keisha tetap bersyukur dapat menghasilkan uang dari hasil kerjanya. Tidak sia-sia waktu yang ia habiskan untuk mengagumi sosok aktor dan idol Korea Selatan.

Namun sangat disesalkan, rahasianya sebagai penulis cerita dewasa harus terbongkar oleh Aditya. Mungkin ia akan mulai memikirkan untuk berhenti menulis cerita dewasa karena ia telah kehilangan inspirasi.



BERSAMBUNG

Main Character [Mature Content]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang