2. Hei, Ikuti Aku

150 33 156
                                    

Tip, tip, toe. Someone's at the door. Would you mind to let her in? Or would you wish her to vanish?

***

Mereka berjalan dengan ragu menuju keluar bioskop. Seolah mangsa yang awas dengan keberadaan predator, setiap orang dari rombongan itu melihat ke kanan dan kiri secara bergantian.

Eris berjalan paling depan, di sampingnya ada Fuyu, lalu diikuti dengan Yemi, Diva, Shia, Key, Nisha, Catris, Rizal, Rei, dan Steven. Apa yang disampaikan oleh Steven benar adanya; tidak ada satu pun yang bergerak kecuali mereka.

Walau terlihat buruk, tidak ada satu pun yang berani untuk merasa panik. Mereka memutuskan untuk mencari amggota FLC lain, hitung-hitung ada beberapa yang berniat untuk pergi ke toko buku.

Fuyu sempat menyampaikan bahwa ada sembilan orang yang mau melihat-lihat buku di Gramedia. Mengingat letak Gramedia tidak begitu jauh dsri bioskop, mereka memutuskan untuk mencari sembilan oramg itu terlebih dahulu.

Pemandangan di depan mata membuat mereka sesekali mengernyitkan dahi. Selain manusia yang mematung, minuman yang hampir tumpah pun berhenti di tengah udara. Tidak hanya itu, seorang anak yang hendak jatuh saja berhenti.

Ketika mereka melewati anak itu, Nisha dan Key berhenti untuk menatap si bocah tanpa berbicara. Catris, Rizal, Rei, dan Steven yang ada di belakang mereka pun ikut berhenti.

Rei menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan. "Kalian ngapain?"

Nisha---tanpa menoleh---menjawab. "Ini cara benerin anaknya gimana, ya? Kasian."

"Dia 'kan enggak jatuh," sahut Steven.

"Iya, tapi kasian kalau udah mulai gerak terus dia jatuh lagi." Key sesekali mendekatkan tangannya ke tubuh anak itu, tetapi menarik kembali karena ragu untuk menyentuh tubuh si bocah.

Rizal mengernyit. "Jangan disentuh dulu."

Mendengar ucapan Rizal, Key dan Nisha menoleh serempak. "Kenapa?"

"Kita 'kan kurang tahu kenapa mereka bisa mematung kayak gini. Kalau kalian sentuh, siapa yang tahu kalian juga bakal mematung?"

"Tapi, tadi Diva sama Kak Eris pegang-pegang petugas karcis enggak apa-apa," sanggah Key.

Rizal mengerjap beberapa kali kemudian tertawa kecil seraya menggaruk tengkuknya. "Oh, iya ya. Hampura, abdi hilap."

Walau pernyataan Rizal berhasil disanggah, Key dan Nisha tidak jadi membenarkan posisi anak yang terjatuh tadi karena mereka sudah ketinggalan agak jauh dari yang lain. Mereka berlari kecil, menyamai langkah dengan teman-teman yang ada di depan.

Gramedia terletak beberapa meter dari bioskop. Mereka hanya perlu melewati beberapa toko baju dan perhiasan, kemudian belok kiri ketika bertemu dengan pertigaan lorong di ujung. Setelah itu, hanya perlu berjalan lurus beberapa menit.

Di lorong itu, terdapat berbagai toko mainan dan beberapa toko perhiasan kecil yang biasa dipakai anak-anak usia tujuh hingga 12 tahun. Tidak heran kenapa di lorong ini lebih banyak patung keluarga serta anak-anak SMP.

Di depan pintu masuk Gramedia, ada seorang pekerja yang tengah membagikan suatu brosur berwarna biru tua. Brosur tersebut dipegang oleh seorang perempuan yang kelihatannya masih muda. Mereka terlihat sedang berbincang, tetapi mulut dan tubuhnya tidak bergerak sama sekali.

Yemi memperhatikan interaksi dua orang tersebut ketika Fuyu yang ada di depannya berhenti, membuat dia tidak sengaja membentur tubuh Fuyu. "Maaf, Kak! Aku enggak sengaja!"

Fuyu menggelengkan kepalanya pelan, baru setelah ia selesai, ia berbalik. "Enggak, aku juga tiba-tiba berhenti, kok. Eris yang minta."

Eh?

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang