13. Hei, Berlindunglah

76 18 110
                                    

could you ever tell them apart;
which who are true
and which who are false
in the hand of uncertainty?

***

Eris kembali dengan sepatu ice skating di tangan kiri yang menghilang. Bajunya memiliki cipratan lendir ungu di ujung kemeja yang ia kenakan. Dengan wajah tanpa ekspresi apa pun selain ketenangan, Eris berjalan mendekati tubuh Rei.

Tentakel yang mengendalikan tubuh gadis malang itu telah lenyap, berubah jadi abu yang melayang di udara, tidak bergerak. Sama halnya dengan tubuh Rei yang hanya terjatuh setengah jalan; mengambang di udara sebelum akhirnya ditarik oleh Eris.

Riq dan Andrew saling bertukar pandang sebelum akhirnya memutuskan untuk mendekat. Mereka berlutut, menyimpan masing-masing tombak di lantai, menatap Rei yang ditidurkan oleh Eris.

Mata gadis itu masih terbuka; sarat akan kengerian dan keterkejutan. Mereka dapat melihat betapa Rei kesakitan di saat-saat terakhirnya; mungkin saja berteriak minta tolong tetapi tidak ada yang menyahut. Itu adalah spekulasi yang dibuat oleh mereka karena mulut Rei yang masih menganga lebar.

Dadanya berlubang dengan darah yang mulai kering pada bajunya.

Eris menutup rahang Rei yang sudah kaku, kemudian membelai kelopak mata gadis tersebut hingga tertutuplah manik-manik matanya.

Andrew menghela napas berat. Dia tidak sanggup menatap tubuh temannya lebih lama lagi. Kedua maniknya ia biarkan memandang tangan sendiri, mencoba untuk membuat distraksi yang kelihatannya akan terus gagal.

Riq mengalihkan pandang, mengerutkan dahi dan menggigit bibir bawahnya. Dia tidak sanggup melihat orang yang dikenalnya dalam keadaan semengerikan itu.

Untuk kali pertamanya, pada detik itu, Andrew dan Riq melihat ekspresi lain pada wajah Eris.

Dahinya yang mengerut.

Bibirnya yang menyerupai bulan sabit terbalik.

Pandangannya yang menusuk.

Eris marah.

Pria itu menunduk, melakukan gestur tangan untuk berdoa dan memejamkan mata. Andrew dan Riq mengikuti; mendoakan Rei dan teman-teman lain agar dapat pergi dengan tenang.

"Eris lihat teman-teman yang lain pergi, jadi Eris masih bisa menarik banyak informasi soal beberapa hal," ucap Eris. "Tapi Rei?"

"Kak Eris enggak pernah pisah dari Rei?" tanya Riq yang dijawab dengan gelengan pelan oleh Eris.

"Eris dan teman-teman lain enggak ada yang ninggalin Rei. Eris enggak tahu kapan ini terjadi."

Andrew menarik napas dalam. "Memangnya, yang terakhir kali Kak Eris lihat sebelum 'mendarat' di lantai ini apa?"

"Anak tangga."

"Itu aja?"

"Iya, kenapa memangnya, Andrew Imouto?"

"...," Andrew memijat pangkal hidungnya pelan, "soalnya, Kak Eris kelihatannya tahu lebih banyak dari yang Kak Eris perlihatkan. Tadi juga waktu monster tentakel itu menggila, Kak Eris enggak diserang dan Kak Eris seolah tahu itu bakal terjadi."

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang