35. H̛̞̣̲̼͉̰̅́̆e̴̴̦̣̼̬̬̞̅ͪ͊̈́̌͛̈̆-Cheers, Let's Make a Deal

20 12 404
                                    

to achieve the Eden of one's soul,
two stones are of greater worth
than a single one.

to achieve the Eden of one's soul, two stones are of greater worth than a single one

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Verily, 'twould be unseemly for me to meddle.

Ah, kalian bukan dari zaman saya. Untuk berbicara sebagaimana saya bercakap semasa hidup, agaknya akan menimbulkan banyak kesalahpahaman.

Apakah cara bercakap ini lebih mudah untuk dipahami?

Oh, ingin saya lebih santai?

Baiklah.

Kalian mengenal mereka yang terpenjara di dunia buangan ini. Mereka tidak bisa melihat penonton seperti kalian, seperti saya, maupun seperti dua gadis lain. Namun, kita semua tahu siapa mereka.

Mungkin, kalian hanya akan mendengarkan sisi dari cerita ini setelah banyak hal terjadi. Lebih tepatnya, setelah banyak jiwa gugur dan mereka mulai bertekad untuk melarikan diri. Itu bagus, maka semuanya akan menarik sekarang.

Saya tidak suka membicarakan tentang diri sendiri, tenang saja. Jadi, bagaimana kalau kalian mendengar kisah saya yang bertemu dengan salah dua pihak mereka yang terjebak?

Seperti yang sudah saya sampaikan; ikut campur bukanlah kebiasaan saya. Namun, dengan kelompok baru yang ditargetkan Sang Beldam, tidakkah mereka bisa mencapai sesuatu yang lebih?

Hanya saja, saya bukan pencerita andal. Walau demikian, dengarkan baik-baik, karena saya hanya akan bercerita sekali.

Atau mungkin berkali-kali.

Saya harap, saya bertemu dengan kalian di lain kesempatan, penonton.

***

Perempuan dengan jaket tebal itu membelalakkan mata. Saya paham, dua terkejut. Kepalanya menoleh dengan cepat ke kanan dan ke kiri. Ketika dia mendapati saya berdiri tidak jauh dari hadapannya, dia tersentak.

"WHAT THE FU---"

"Profanity," saya memotong ucapannya, "is a dirty play of words."

Kami sedang berdiri pada tempat yang saya sebut sebagai akal terakhir saya. Di sini, semuanya aman dari telinga Kara, Mela, maupun Sang Beldam. Hanya ada pikiran saya dan orang-orang yang saya undang---secara paksa.

Chita, namanya. Rambutnya yang setengah diikat dua (saya tidak memahami selera berpakaian para muda-mudi) terlihat acak-acakan. Mungkin karena mereka baru saja mendapati banyak orang mematung.

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang