7. Hei, Bertengkarlah

76 23 128
                                    

if I were to rip your heart
off of your chest,
will you be able
to give me your soul still?

***

"Ya sudah, makasih, ya, Cat," Aldo menepuk pundak Catris kemudian menoleh ke arah Chita, "yuk ke Karvin."

"Hah, enggak jadi ke atas?" tanya Chita seraya memicingkan mata.

Aldo menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak, nanti dulu aja."

Kedua pemuda itu berjalan menjauhi Catris yang kini tertunduk. Aldo mengembuskan napas kasar kemudian menyikut Chita pelan.

"Ih, apa?" tanya Chita.

"Haha, sorry. Aku cuma bingung aja sekarang. Dari orang-orang yang ada di sini, kelihatannya yang paling nyantai kamu doang."

Chita mengernyit. "Oke?"

"I have a thought. Tapi, yang bisa denger cuma kamu doang."

"Kenapa?"

"Soalnya kamu yang paling nyantai. Chit, nyimak enggak sih?"

Chita berkacak pinggang. "Ya, maaf. Lagian kamu ngajak diskusinya gitu amat."

"Terus harus gimana?" tanya Aldo setengah tertawa.

Chita menggaruk kepalanya yang tidaj gatal seraya tertawa kecil. "Lupain aja. Kamu mau ngobrolin apa?"

Bukannya langsung menjawab, Aldo terdiam untuk beberapa saat. Dia sempat melirik ke kanan dan ke kiri, seolah menghitung-hitung jarak mereka dengan teman-teman yang lain.

Setelah dirasanya aman, Aldo membuka mulutnya. "Aku enggak bener-bener berubah pikiran soal diem di lantai satu."

"Oh, iya. Aku paham kamu cuma mau mancing Kak Icha buat bicara, tapi kita enggak dapet banyak informasi. Tentang siapa yang ngomong ke Kak Icha dan kenapa dia pincang aja belum jelas, 'kan?"

Aldo menggelengkan kepalanya. "Gimana kalau apa yang kita alami sekarang itu enggak bisa kita pikirin?"

"... Aku enggak ngerti."

"Hm," Aldo mendongak sejenak, "gini deh. Yang enggak bergerak sekarang di mal ini 'kan cuma kita dan monster-monster apa lah itu di atas. And apparently, orang yang ngobrol sama Catris.

"Gimana kalau bukan orang-orang yang berhenti bergerak, tapi kita yang pindah realita?"

***

"... Karena paralel, jadi kita ngeliat orang-orang ini berhenti. Tapi, bisa aja nih sebaliknya; mereka yang lihat kita berhenti atau bahkan mereka enggak lihat kita sama sekali," ujar Steven seraya menggambarkan lingkaran di udara.

"Ini juga bisa ngejelasin kenapa kita enggak bisa nelepon atau buka aplikasi padahal sinyalnya penuh. Bisa ngejelasin juga kenapa hal-hal yang kelempar ke udara berhenti sebelum nyampe titik jatuh; karena kita pindah realita." Steven melanjutkan.

Fuyu mendengkus. "Jadi maksudnya, hukum fisika di realita ini beda?"

Steven mengangguk.

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang