11. Hei, Mati Sana.

58 20 156
                                    

have you ever cry
when your agony
is being ripped apart?

***

Andrew berjalan di tengah, diapit oleh Eris dan Riq di samping kiri dan kanan. Formasi yang mereka lakukan diusulkan oleh Riq, karena dia berpikir, berjalan dalam barisan memanjang bukan hal yang bagus ketika sedang menghadapi monster-monster asing.

Keputusan Riq yang berjalan di samping kiri diberikan oleh Eris. Namun, Eris enggan memberitahu mengapa Riq harus di ujung kanan. Eris bersikukuh bahwa lebih baik, Andrew di tengah dan Riq di kanan walau satu-satunya yang tidak memiliki tombak adalah dia sendiri.

Padahal, bukankah lebih aman kalau formasi ini memiliki sayap?

Mereka berencana untuk mencari Rara dan Lemon terlebih dahulu. Chattime terletak di ground floor arah Barat, sedangkan mereka masih ada di arah Utara. Di Barat ground floor, terdapat kios-kios minuman dan dessert. Sementara di sebelah Utara, lebih banyak toko elektronik dan beberapa wahana kecil-kecilan.

Walau mereka bisa sampai ke Barat lebih cepat melalui lorong yang ada dekat tangga darurat, Eris menekankan bahwa mereka tidak bisa melewati jalur tersebut.

Tidak ingin berdiam lama, Riq dan Andrew pada akhirnya mengiyakan. Karena dilihat bagaimanapun, Eris masih berniat untuk berpisah apabila mereka berdua memutuskan untuk tetap pergi melewati lorong dekat tangga darurat.

Kini, mereka memutar, melalui lorong sebelah kereta anak-anak yang sedang parkir, dengan beberapa orang tua yang menggendong bayi sedang meminjakkan kaki ke dalam kereta tersebut.

Lorong ini dipenuhi dengan berbagai toko elektronik. Namun, semakin lama mereka berjalan maju, semakin banyak toko-toko baju wanita. Lorong ini cenderung sepi, jadi, orang-orang yang mereka lihat hanya pelanggan yang numpang lewat atau penjaga toko baju yang sedang memainkan ponselnya sambil berpangku dagu.

"Kak Eris," panggil Andrew. "Kenapa deh kita harus lewat sini?"

"Karena enggak bisa lewat sana."

"... Iya, tapi kenapa kita enggak bisa lewat lorong yang deket tangga darurat aja?" Andrew menekankan.

Riq tertawa kecil dengan senyuman jahil yang tipis. "Trauma kah sama tangga darurat?"

Pertanyaan itu dijawab dengan gelengan kepala pelan oleh Eris. Dia menatap kedua tangannya yang diselimuti sepatu ice skating berwarna biru muda. "Enggak, kok."

"Kak Eris, please. Kan kondisinya lagi krisis nih ya, Kak Eris bisa sedikit aja ngejelasin kenapa kita harus ke sebelah sini? Soalnya ini lebih jauh, Kak. Lebih memakan waktu. Takutnya Rara dan Lemon udah ... apa gitu, sama monster. Atau mereka udah pindah tempat pas kita masih di jalan." Andrew memijat pangkal hidungnya.

Eris mengedikkan bahu. "Sebenernya, kalau Eris ngejelasin juga kalian enggak akan percaya terus curiga sama Eris."

"Maksudnya?" tanya Riq.

"Maksudnya, Eris enggak bisa ngejelasin tanpa terlihat aneh."

"Aneh gimana, Kak?" Riq kini berjalan sambil menatap ke arah Eris dengan ekspresi seolah seorang bocah yang baru saja menemukan iklan mainan terbaru.

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang