27. Hei, Remuklah

29 12 279
                                    

the woes and foes
you made along the way
are her fun and games
by the end of her day.

the woes and foesyou made along the wayare her fun and gamesby the end of her day

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yang bener?" seru RZ. Kedua tangannya ia gunakan untuk memeluk diri sendiri, menghentikan tremor pada lengannya agar tidak menjalar ke sekujur tubuh.

Yemi mengangguk pelan. "Kak Resti ... atau Rav, enggak ngasih tahu?"

RZ menggelengkan kepala, begitupun Andin, Cece, dan Mezu. Wajah mereka terlihat kebingungan, bahkan sepertinya tidak tahu harus mengatakan apa. Setiap pasang mata mereka melirik ke kanan dan ke kiri, seolah mencari-cari penjelasan di udara kosong.

Mereka bertegur sapa dengan teman-teman yang kembali ke dalam lobby. Orang pertama yang mereka sapa adalah Yemi; gadis dengan rambut lurus terurai. Ketika mereka bertanya siapa saja yang ada di luar dan mendapati beberapa rekan tidak disebut, tentu saja, mereka bertanya ke mana mereka pergi.

Berita bahwa lima teman-teman mereka bertemu dengan kematian---bahkan salah satu mati agar kelompoknya bisa kabur---adalah sesuatu yang cukup mengenaskan, bukan?

Mereka telat mengetahuinya.

Teman-teman mereka bahkan tidak memberitahu sampai Yemi datang dan menyampaikan berita duka itu.

Bukankah---

"Enggak apa-apa," Andin mengangguk kecil seraya menepuk pundak-pundak Cece dan Mezu yang ada di sampingnya, "mereka enggak akan mati sia-sia. Kita bisa bikin kematian mereka berarti sesuatu, 'kan?"

Cece tersenyum kecil, mengangguk karena senang dengan sugesti yang telah diberikan Andin. Mereka bisa berjuang di lubang neraka ini, untuk keluar, kemudian menyuarakan perjuangan lima teman-teman mereka yang lain.

Busuk.

Orang-orang itu berusaha untuk memperkuat satu sama lain. Bahkan RZ yang sebelumnya setengah gemetar saja kini tersenyum tipis, menganggukan kepala seolah yakin mereka akan baik-baik saja.

Sementara kelima orang itu tengah memperkuat masing-masing diri dengan dusta bahwa semuanya akan baik-baik saja, dua pemuda yang beberapa waktu lalu masih pingsan kini bangkit.

Ibrahim terduduk, memijat pangkal hidungnya dengan pelan. Dia mengernyitkan dahi, sama seperti Kemal yang masih terlentang. Mereka mengerang, seolah melawan pusing yang bisa saja menyerang kepala.

Key mendekati mereka, memeriksa apakah mereka baik-baik saja dengan menanyakan nama dan di mana mereka berada. Ketika Kemal terduduk, dia menyadari bajunya telah berganti menjadi kaos bergambar pahlawan super.

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang