23. Hai, Jangan Panik

35 13 260
                                    

the decaying light will guide you
to the deepest part of this
bottomless, withering
sorrow.

"Kami harus pulang; kembali ke rombongan kami," ucap si gadis dengan pakaian serba tertutup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kami harus pulang; kembali ke rombongan kami," ucap si gadis dengan pakaian serba tertutup. Hijabnya yang merah muda dikotori oleh sesuatu berwarna ungu kehitam-hitaman.

Teman-temannya yang lain mengangguk-anggukkan kepala; semua ekspresi wajah mereka terlihat begitu lelah dan ketakutan. Padahal, tempat ini adalah tempat paling aman untuk manusia-manusia hidup seperti mereka.

Aku mengganguk satu kali, mendekati sang gadis berpakaian sopan yang baru saja mengatakan mereka ingin kembali ke Eldorath.

Ini bukan masalah yang besar untukku. Eldorath itu bagai rumah kedua yang kumiliki, karena sejatinya, aku tidak akan pernah bisa keluar dari sini. Bagaimana mungkin? Aku sudah mati.

Mereka masih punya kesempatan untuk berjuang dan terbebas, entah bagaimana caranya, entah bagaimana hasil akhirnya.

"Kalian benar-benar ingin kembali?" tanyaku.

Mereka mengganguk kecil.

"Jika kalian kembali, kalian akan menghadapi banyak makhluk-makhluk buatan Sang Beldam. Itukah yang kalian inginkan?"

Mereka mengganguk pelan, kelihatan ragu, tetapi aku tahu mereka mengerti konsekuensi dan arahan yang baru saja kuberikan beberapa saat lalu sebelum mereka meminta untuk kembali ke neraka buatan yang menyerap jiwa-jiwa fana.

Aku menghela napas, meminta mereka untuk berdiri di samping satu sama lain. "Aku akan selalu bersama dengan kalian, tetapi kalian tidak akan bisa berbicara kepadaku. Wujudku ini tidak akan bisa kalian lihat di sana.

"Kalian tidak akan sendirian. Tanpa aku pun, aku tahu kalian bisa melakukannya. Hanya saja ... kalian harus memiliki kepercayaan dengan satu sama lain karena kalian hanya memiliki satu sama lain."

Mereka mengangguk mantap. Maka, aku tidak memiliki pilihan lain selain mengabulkan permohonan mereka. Mela mungkin saja masih berada di Eldorath, mengawasi tiap aksi mereka semua untukku.

Aku merentangkan kedua tangan, memfokuskan energi pada dada. Cahaya-cahaya yang cukup redup terpancar dari ujung-ujung jariku. Kutarik tangan kanan ke depan dada, kemudian tangan kiri secara bergantian. Aku menggenggam kedua tangan sendiri di depan wajah, menutup mata, lalu memikirkan Eldorath; tempat para jiwa-jiwa tenggelam berada.

"By power old and wisdom true,
by will of mine, where shadows dance,
I call upon the unseen lore,
open now the ethereal door."

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang