8. Hei, Berpikirlah

79 23 216
                                    

if you were to drown
in an endless loop of a dream,
would you be able
to seperate reality
from the abstract idea
of your mind?

***

Kripik merasa tubuhnya terjatuh selama setidaknya 30 menit. Dalam 30 menit itu, tidak sekali pun ia membuka matanya dan memperhatikan apa yang terjadi. Apa yang selanjutnya ia ketahui adalah kini tubuhnya mendarat di depan pintu darurat.

Saat tangannya menopang tubuh untuk terbangun dari posisi tengkurap, merasakan dingin lantai keramik dan napas pendek tak karuan, suara kelegaan orang-orang di sekitarnya terdengar.

"Eris enggak mau ngasih tau kalian kenapa di dalam. Ada apa?" tanya Resti.

Yemi menghela napasnya lega, tetapi masih menampilkan ekspresi kebingungan. Seolah sesuatu yang ada di antara mereka masih mengganggu pikirannya.

"Aa¹ enggak apa-apa?" Fuyu terduduk di samping Kripik yang masih terdiam sembari memegangi kepalanya yang terasa berputar. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Fuyu hanya dijawab dengan gelengan kepala yang lesu.

"Aku enggak apa-apa. Eris ... Eris mana? Dia udah nyampe?" tanya Kripik seraya menengadah dan menyapu pandangnya.

Resti mengernyit. "... Ada. 'Kan tadi aku bilang Eris enggak mau ngasih tau apa-apa?"

"Oh, iya," Kripik berusaha untuk bangkit dari duduknya, "di mana?"

Semua orang di sekitar Kripik kini bertukar pandang, saling mengerutkan dahi mereka karena kebingungan.

"Itu, lo, di depan Kakak," ucap Yemi.

Ketika Kripik menatap ke depan, dia melangkah mundur sebanyak dua kali. Matanya membelalak sejenak, sementara tangan kanannya terlihat seolah menahan sebuah pukulan melayang ke arah Eris.

"Kak Kripik?" Rei memanggil, "Kakak enggak apa-apa?"

"Hm ...? Ehm, iya." Kripik mengangguk tanpa mengalihkan pandangnya dari Eris. "Hei, kita harus cari anak-anak yang lain."

"Eris setuju," timpal Eris. "Mungkin mereka juga ada di lantai satu."

"Ya udah, deh. Yuk." Rav berjalan lebih dulu.

Diva membuka suara. "Sebentar. Apa kita harus berjalan dengan pola? Seperti siapa di belakang dan siapa di depan."

"Boleh saja," ujar Steven. "Jaga-jaga kalau ada monster lagi."

Mereka semua setuju dengan jalan berbaris berpasang-pasangan. Setelah menentukan siapa yang berjalan dengan siapa dan di mana mereka harus berbaris, mereka mulai berjalan menuju pintu keluar mal.

Kripik berjalan di barisan paling belakang, sebelahan dengan Yemi, tepat di belakang Rizal. Sementara Eris, dengan langkahnya yang berantakan seolah orang mabuk, berjalan di samping Rav.

"Kak Kripik." Yemi berbisik dengan tatapan tajam ke depan.

"Ng, iya?" Kripik menoleh, ikut berbisik.

"Kak Kripik juga lihat, 'kan?"

"... Gimana?"

"Orang yang keluar sama Kak Kripik."

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang