24. Hei, Hancurlah

31 12 219
                                    

in the pool of crimson red,
you'll be told there's no escape.

Cairan yang kelihatan sedikit kental dan berwarna merah mengambang di udara, serong posisinya dari jendela yang kacanya pecah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cairan yang kelihatan sedikit kental dan berwarna merah mengambang di udara, serong posisinya dari jendela yang kacanya pecah.

Aldo mengernyit, sesekali mendongak untuk menatap pecahan-pecahan kaca yang terbang di udara, tidak bergerak dan terkesan digantung di sana. Pecahan-pecahan itu memiliki jarak yang tidak menentu; berasal dari sebuah jendela di lantai dua.

Pemuda itu dapat melihat bercak-bercak hitam pada dinding-dinding mal bagian luar berasal dari lubang jendela pecah lantai dua tersebut, kemudian semakin lama semakin memudar ketika mendekati pintu masuk lantai satu.

"Gila, kamu kelempar dari atas situ," Aldo menunjuk ke arah lubang pecahan kaca, "terus ngebentur kepala kamu dan kamu enggak pingsan?"

"Saya Iron Man," jawab Steven sekenanya. "Tapi saya ngebentur apa anjay di udara? Kenapa darah saya ada di situ?"

Steven membenahi cara berdirinya, kini menopang tubuh dominan menggunakan kaki yang tidak terluka. Sementara itu, Aldo memicingkan pandang, mencoba untuk melihat detail dari darah yang ada di udara.

Darahnya tidak terlihat menetes, melainkan menempel. Seolah terciprat dari kepala Steven ke permukaan sesuatu yang datar dan halus. Mendapati penampakan janggal itu, Aldo mengerutkan dahi dan berjalan mendekati area darah tersebut.

Bruk.

"Lah," ujar Aldo sedikit terkejut. Dia mundur perlahan, menatap ke depan, lalu kembali ke atas; tempat percikan darah Steven berada. Saat ini, dia sedang berdiri tepat di bawah kemerahan itu.

Kedua telapak tangan Aldo ia rentangkan ke depan. Sebelum lengannya bisa menekuk, pemuda tersebut merasakan sesuatu yang terasa seperti permukaan besi dingin yang mulus. Namun, tidak ada apa pun di hadapannya.

"Lah," ulang Aldo. Dia meraba-raba udara kosong di hadapan, mendapati sesuatu menghalangi jalannya. Aldo mencoba untuk menubruk udara kosong itu dengan lengan bagian atasnya, tetapi dia tetap tidak bisa berjalan keluar dari halaman mal.

"Lah," ucap Aldo untuk kali ketiga.

"Do, kamu 'lah' lagi saya oseng." Steven berkacang pinggang.

Pria berjaket yang berdiri tak jauh dari hadapan Steven membalikkan tubuh perlahan, senyum tipis terukir di sana. Wajahnya terlihat menyebalkan. "Lah."

Steven mengerjap, mengernyitkan dahinya tanpa mengganti pose kedua tangan di pinggang.

"Katanya mau oseng," tawa Aldo.

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang