4. Hei, Menunduk

96 24 172
                                    

I'm a little bit easy on the eyes,
please take my advice,
because you're gonna keep wasting
your line.

***

"Kakak yakin di sini enggak akan ada apa-apa?" tanya gadis berkacamata itu. Mereka masih terengah-engah dari pelarian beberapa saat lalu. Orang yang ditanya hanya mendongakkan kepalanya sedikit dan mengangguk cepat, masih dalam posisi bungkuk untuk menarik napas dalam.

"Ini aneh, kenapa jadi kayak gini, sih?" tanya seorang remaja laki-laki di antara mereka. Jaketnya sudah agak lepas, memperlihatkan kaos berwarna senada dengan gambar yang sudah buram di balik jaket.

Mereka tidak jadi mengunjungi Timezone karena Aldo mendapati makhluk asing tepat di kepala salah satu pengunjung di ambang pintu.

Sudah aneh ketika orang-orang lain di sekitar mereka berhenti bergerak, tambah aneh ketika makhluk bergumpal dengan tentakel ungu yang kelihatan berlendir tengah mengisap apa pun dari kepala odang itu.

Ketika gumpalan itu membuka mata, Aldo menuntun teman-temannya untuk lari dari sana. Dia sempat melihat ke belakang, dan untungnya, makhluk apa pun itu bergerak lamban; mirip seperti siput. Hanya saja, kecepatannya lebih tinggi tiga kali lipat karena makhluk tersebut memiliki tentakel untuk membantunya bergerak.

Pada pelarian mereka di lantai dua itu, mereka juga mendapati makhluk asing lain di lorong-lorong counter gadget. Haru lah yang mengusul untuk turun ke lantai satu karena kelihatannya, lantai dua dipenuhi dengan makhluk-makhluk seperti itu.

"Di lantai dua bukannya ada gramedia dan Mr. DIY? Belum lagi bioskop," ucap Chita. "Gimana sama temen-temen lain yang pergi ke sana?"

Haru menarik napas dalam. Dia terduduk karena kelelahan berlari. Entah apa yang membuat semua orang, semua eskalator, bahkan semua lift berhenti, jadi mereka harus turun dan berlari dari apa pun yang mengepung lantai dua dari eskalator sebelah barat.

"Kita ... kita bisa ke atas lagi untuk menjemput mereka? Kak Kripik, Lav, Ren, Hika, Kak Res, dan Rav di Gramedia 'kan?" Haru bertanya untuk memastikan.

Karvin menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak, aku enggak yakin itu pilihan yang paling aman sekarang buat balik lagi ke atas. Kita bahkan enggak tahu makhluk-makhluk kayak apa itu."

"Iya, tapi, Kak," Elin menarik napas dalam, "kita enggak mungkin biarin ... aja ...?"

Aldo mengernyit ketika ekspresi Elin berubah, seolah mendapati ada sesuatu di belakangnya. "Kenapa, Elin?"

Saat Aldo berbalik, dia mendapati Catris yang berjalan dengan kaki pincang, tanpa teman-teman lain yang juga bersamanya di bioskop tadi. Begitu Catris mendekat, Chita dan Elin pun menyambutnya dengan pelukan dan sejumlah pertanyaan untuk memastikan bahwa Catris baik-baik saja.

"Kok kamu sendiri?" tanya Aldo. "Yang lain mana, Cat? Bukannya tadi Kapuy, Eris, Shia, sama yang lain-lain sama kamu juga? Kalian ke bioskop, 'kan?"

Catris menggelengkan kepalanya pelan. Elin yang tadinya memegang tangan kiri Catris kini melepaskan genggaman, menelisik ekspresi gadis di hadapannya dengan saksama.

Alih-alih menjawab pertanyaan Aldo, Catris menyerong dan berjalan menuju kios Auntie Anne's kemudian terduduk di kursi yang ada tak jauh di hadapan kios tersebut. Tentu saja, yang lainnya mengikuti Catris.

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang