32. Hei, Lenyaplah

24 12 366
                                    

for the last straw you keep,
the last blood you drop.

Ketika pisau itu seolah menancap di udara, tepatnya di atas ubun-ubun Rei, cahaya merah membuncah keluar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika pisau itu seolah menancap di udara, tepatnya di atas ubun-ubun Rei, cahaya merah membuncah keluar. Beberapa saat setelah cahaya itu menguar, hilanglah kemerahan yang ada pada udara.

Semua orang yang melihatnya tentu saja tersentak, tidak terkecuali Steven. Pria dengan jaket hitam itu akhirnya terdiam, sementara yang lainnya menatap Steven dengan alis yang berkerut.

Sebelum Aldo dapat menanyakan bagaimana Steven bisa melakukan itu, Steven berkata bahwa dia merasakan penguntit mereka pindah, untungnya masih di lantai yang sama. Berbekal nekat dan keingintahuan, Steven berlenggang pergi.

Eris menawarkan diri untuk ikut, begitu pun dengan Aldo. Ibrahim yang merasa belum melakukan apa pun mengedikkan bahu, ikut penasaran dengan situasi mereka saat ini. Ditambah lagi, Karvin yang jalannya terseok-seok.

Sudah ditegur oleh Ibrahim baiknya Karvin beristirahat. Namun, tentu saja manusia itu tidak mau mendengarkan. Dia merasa tidak banyak melakukan apa pun, karena itu ingin setidaknya mengikuti. Lagipula, dia juga penasaran.

Untungnya, Eris menyampaikan bahwa kaki Karvin akan baik-baik saja.

Aldo mempersenjatai diri dengan linggis, sedangkan Ibrahim dengan tombak jadi-jadian yang telah mereka buat selama sesi pembicaraan Eldorath tengah berlangsung.

Ah, aku kembali utuh.

Sementara mereka pergi untuk mencari penguntit yang entah bagaimana dirasakan oleh Steven, Eris menitip seluruh teman-temannya yang lain kepada Resti. Wanita berambut panjang tersebut sempat bertanya kenapa, tetapi Eris hanya tersenyum dan membuntuti kelompok pencari penguntit.

Saat itulah, sebuah suara perempuan memekik, "Dahi Rei kenapa?"

Riq yang berdiri tidak jauh dari Rei melirik ke arah gadis tersebut, mendapati sesuatu terjadi pada kening sang gadis. Semakin lama, kelihatannya seolah sesuatu membuat dahi Rei berlubang.

Lubang pada dahi Rei mengeluarkan asap hitam, lalu berubah menjadi merah, dan melebar ke wajahnya.

Semua orang terperanjat. Lubang itu menyebar, melebar ke setiap penjuru tubuh Rei, menguarkan asap merah yang sama. Dalam prosesnya, Rei tidak mengatakan apa pun, tidak bergerak, bahkan tidak memberikan respons.

Tidak ada yang tersisa dari tubuh Rei.

Apa yang terjadi?

Mengapa Rei meleleh?

Tentu saja, semua pertanyaan itu akan selalu melayang dan menghantui kepala mereka semua. Beberapa di antara mereka sangat ketakutan hingga menangis. Bagaimana tidak? Mereka baru saja menyaksikan salah satu rekan lenyap begitu saja di hadapan mata.

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang