17. Hei, Mendekatlah

38 13 224
                                    

the things that run
in your veins
are the very things
cursing your lane.

Slime aneh yang sekarang sudah berubah menjadi padat itu akhirnya berhenti bergerak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Slime aneh yang sekarang sudah berubah menjadi padat itu akhirnya berhenti bergerak. Rara dan Lemon tidak sempat melihat apa yang dilakukan oleh Eris dan Riq, sehingga mereka tidak tahu apa yang dilakukan dua pria itu sampai si monster mati.

Satu hal yang pasti, tombak buatan milik Riq tertancap pada tubuh monster yang telah mengeras. Pria tersebut terlihat sedang berusaha untuk menarik tombak itu, tetapi hasilnya nihil.

"Nanti kita harus bikin senjata baru," usul Riq.

Eris mengangguk sembari berjalan menuju meja kasir kios puding Puyo. Dia berlutut, lalu turun ke posisi merangkak, dan mendekati Rara serta Lemon secara perlahan. Melihat wajah Eris yang tiba-tiba muncul dari jalan masuk sebelah kiri, Rara spontan menonjok wajah pria tersebut sambil memekik terkejut.

"Astaga, Kak Eris! Ya ampun, maaf!" bisik Rara setengah berteriak.

"Aw." Eris membenahi posisinya menjadi posisi duduk sembari mengusap-usap hidungnya yang ditonjok tanpa sengaja oleh Rara.

"Maaf Kak Eris, Rara refleks. Tadi, Rara pikir monsternya hidup lagi, terus menggeliat ke sini."

"Enggak apa-apa, Rara imouto. Eris harus lihat Lemon. Apakah Rara imouto melihat Lemon?"

Rara mengangguk dengan kerutan pada keningnya. Dia menunjuk Lemon sambil mundur beberapa sentimeter agar Eris bisa melihat sosok gadis yang dicarinya.

"Di mana? Eris tidak melihatnya."

"... Di samping Rara?"

"Itu dia, Lemon!" seru Eris lalu mengesot mendekati Lemon.

Rara mengembuskan napas lega. "Kak Eris, ih. Rara pikir cuma Rara yang bisa lihat Lemon, atau Lemon itu ilusi dan semacamnya. Ternyata cosplay jadi Dora."

Protes dari Rara hanya direspons dengan senyuman lebar yang kelihatan seperti senyum jahil. Eris kini menetapkan tatapannya kepada Lemon. Gadis itu terlihat pucat, wajahnya dikelilingi oleh bulir-bulir keringat dingin.

Luka pada pundak Lemon ditutup dengan asal oleh kain pakaian yang disobek asal pula. Tangan Eris meraih kain sobekan itu, lalu membukanya dengan pelan. Lemon meringis, sesekali menggerakan pundaknya menjauhi Eris; respons spontan dari tubuhnya.

Ketika kain pakaian itu ditanggalkan dari pundak Lemon, menampakkan luka yang masih basah. Luka itu panjang, dari belikat sampai belakang pundak, memamerkan daging dan darah yang menggumpal; hendak terbang bagai air di angkasa luar.

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang