21. Hei, Tutup Mulutmu

30 13 205
                                    

when the last full moon risen,
the day of the damned
will be more than unspoken.

Gadis itu berlari sekencang yang ia bisa, menerjang manusia-manusia mematung yang ada di jalur larinya; menghalangi jalan kabur yang bersih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu berlari sekencang yang ia bisa, menerjang manusia-manusia mematung yang ada di jalur larinya; menghalangi jalan kabur yang bersih. Sesekali, dia mengumpat di sela-sela napasnya yang memburu.

Dia melompati seorang anak yang telungkup di lantai dengan pose berlari, lalu menyelusur di sisi-sisi dua orang yang kelihatannya tengah bertengkar.

"Sedikit lagi ...," bisik gadis itu sambil sesekali melihat ke belakang.

Makhluk itu masih mengejar, kelihatan lebih besar dibanding sebelumnya. Tubuhnya yang semula berwarna hitam legam dan menyerupai tentakel-tentakel runcing kini terlihat seperti belalai-belalai gajah.

"Sedikit lagi ...!" Gadis itu setengah memekik. Kedua manik mata hitamnya menelusuri tempat dia berlari, kemudian menunduk dengan cepat untuk berseluncur dan berhenti di bawah sebuah mobil dengan ban yang cukup tinggi.

Lututnya terasa nyeri, tetapi itu hal yang tidak lebih penting daripada bertahan hidup.

Monster yang tadi mengejarnya memekik kesetanan, seolah kehilangan barang kesayangannya. Sang gadis dapat mendengar betapa menjijikannya suara tubuh si monster yang diseret; begitu berlendir dan basah.

Gadis itu akhirnya mengembuskan napas lega setelah beberapa saat menahan napasnya tanpa sadar. Dia berdiam sejenak, mengintip ke arah luar, masih mendapati monster itu mencari-cari tetapi seolah tidak berani menyentuh mobil-mobil yang ada di parkiran ini.

Ketika monster itu menghilang dari pandangannya, Catris menitikkan air mata. Dia menahan suara tangis sebisa mungkin, mencoba untuk tidak mengerang dan berteriak frustrasi.

"Kenapa aku bisa ada di sini?" tanyanya kepada diri sendiri. "Kenapa aku ditinggalkan sendirian di sini?"

Catris menghapus air matanya yang mengalir cukup deras. "Kenapa?"

Entahlah.

Mengapa dia tidak mencoba untuk keluar dari parkiran itu?

"Aku tidak bisa," ucap Catris.

Padahal, banyak lift dan tangga darurat yang bisa dia naiki. Apa mungkin lift-nya tidak bekerja?

"Aku tidak bisa hidup di sini."

***

"Cat," Aldo memanggil gadis pincang yang terduduk dekat bangku tempat Andrew tiba-tiba muncul beberapa saat lalu, "giliran kamu diobatin."

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang