6. Hei, Bicaralah

96 24 194
                                    

In the very stage you stepped in,
your breath will be gone in
as your contract was signed
under Death's name.

***

"Apa?" tanya Kripik seraya menolehkan kepalanya dengan cepat. Bersamaan dengan itu, Eris menarik tangannya dari pundak Kripik dengan tatapan bingung.

Eris tersenyum tipis. "Kenapa?"

"Maksud kamu apa ngomong kayak gitu?"

Alih-alih menjawab, Eris menautkan kedua alisnya karena kebingungan. "Eh? Itu, Kang, Eris cuma enggak mau Akang jatuh kalau tali sepatunya enggak ditaliin."

Kripik mengerjap, lalu melirik ke bawah untuk mendapati bahwa tali sepatunya memang lepas. Dia menghela napas pelan, lalu meminta maaf kepada Eris karena telah berbicara dengan intonasi yang agresif.

Setelah Kripik mengikat tali sepatunya, mereka kemudian menuruni tangga, mengekori teman-teman yang telah turun lebih dahulu. Tangga darurat mall ini terlihat seperti tangga darurat di mall lain; sedikit berlumut dan lampunya remang-remang.

Pegangan tangga dicat hijau rumput, walau di beberapa titik, catnya sudah terkelupas dan memperlihatkan permukaan berkarat. Tangganya hanya terbuat dari beton, berlumut di sudut yang terkena air dari atas; mungkin bocor.

Kripik menghela napas pelan, sepelan mungkin sampai Eris bahkan tidak menyadari. Manik matanya melirik Eris yang berjalan di sebelah kiri. Pandangan pria itu tertuju kepada anak tangga yang mereka pijak, wajahnya tidak memperlihatkan ekspresi apa pun.

Kedua alis Kripik bertaut. Dia berani bertaruh bahwa apa yang dikatakan Eris beberapa saat lalu bukanlah mengenai tali sepatu yang lepas, melainkan sesuatu yang lain. Kalaupun dia salah dengar, bukankah tata kalimatnya terlalu jauh untuk disalahartikan?

"Hei, Eris." Kripik memtuskan untuk membuka suara, menghancurkan keheningan di sekitar mereka.

Eris merespons dengan hm yang singkat tanpa melepas pandangannya dari anak tangga.

"Sebelum kamu ngasih tahu aku soal tali tadi, kamu ngomong apa, ya?"

Masih dengan pandangan yang terpaku pada anak tangga, Eris tersenyum tipis. "Eris enggak ngomong apa-apa sebelum itu, Kang."

"Oh, iya?" Dahi Kripik semakin berkerut. "Soalnya aku denger se---"

Eris merentangkan tangan kanannya ke depan Kripik untuk berhenti menuruni tangga. Pria yang mencetuskan KBBE itu menoleh ke arah Kripik dengan senyuman yang masih terlukis di sana, lalu merentangkan kedua tangan dan mendekat untuk memeluk Kripik.

"... Eris?" Kripik sedikit bergedik dengan pelukan yang tiba-tiba.

Alih-alih menjawab, Eris malah tertawa kecil dan menepuk-nepuk punggung Kripik. Bibirnya mendekati telinga kiri pria tersebut dan berbisik, "Jangan panik, tapi dari tadi kita enggak bergerak."

Eh?

***

Rav menggenggam pisau daging yang berlumuran lendir ungunya dengan sedikit gelisah, sesekali menarik napas dalam hanya untuk mengembuskannya kasar. Mereka keluar lebih dahulu dibanding Eris dan Kripik.

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang