25. Hei, Retaklah

33 12 160
                                    

if trust is what they crave,
then ruin you shall find.
if fate the fall ignites,
then terror must fill your mind.

if fate the fall ignites,then terror must fill your mind

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak henti.

Sudah berlembar-lembar kapas Fuyu gunakan untuk mengelap darah yang mengalir dari pelupuk mata Karvin. Namun, tak henti-hentinya cairan kental berwarna merah pekat itu keluar dan mengotori kulit sang pemuda.

Mereka masih kesulitan untuk menggerakkan Karvin dari posisi berdirinya. Walau sudah berhenti mengejang, pemuda itu masih kelihatan kesakitan. Urat-urat pada pelipis dan lehernya terlihat, seolah menahan nyeri yang teramat sangat.

Tidak henti.

Riq bahkan mencoba untuk menyeruduk Karvin dari belakang. Alih-alih pemuda itu yang bergerak, malah Riq yang terjungkal. Rizal ikut menyeruduk, tetapi hasilnya nihil juga.

Pada akhirnya, mereka berhenti mencoba untuk menarik Karvin dari posisi tersebut, masih berdiskusi bagaimana cara mereka menyelamatkan Karvin dari apa pun yang tengah dialaminya.

Elin berhasil membawa kembali empat orang; Fuyu dengan perlengkapan P3K abal-abalnya, Riq, Andrew, dan Eris yang memaksa untuk ikut. Walau memaksa ikut, pria dengan kemeja bergaris itu tidak melakukan apa pun.

Saat Riq dan Rizal mencoba untuk menggerakkan Karvin, Eris hanya berdiri diam dan memperhatikan.

Ketika Fuyu mengelap darah yang keluar dari pelupuk mata Karvin, dibantu oleh Andrew yang memberikannya lembaran-lembaran kapas baru, Eris hanya melirik dan tidak mengatakan apa pun.

Bahkan saat Elin mengumpulkan lembaran-lembaran kapas penuh darah itu di satu tempat, Eris hanya terdiam, bagai patung yang menjadi saksi bisu dari kepanikan lima orang di hadapannya.

Itu menyebalkan, bukan? Orang yang mendesak untuk ikut melihat keadaan Karvin malah tidak melalukan apa-apa.

Mereka akan berekspektasi, apabila Eris begitu memaksa untuk ikut, dia tahu solusi dari mematungnya Karvin. Namun, tidak sepatah kata pun dia lontarkan sejak sampai di lokasinya.

Padahal, sejak awal dia tiba di lantai satu bersama Riq, Lemon, dan Rara, bukankah dia kelihatan seolah tahu segalanya?

Kenapa ketika hal seperti inu terjadi, dia tidak bisa melakukan apa-apa?

"Kak," bentak Elin. Wajahnya kelihatan begitu masam; mengerut dan penuh kefrustrasian. "Kakak 'kan mau ikut tadi, kenapa Kakak diam aja? Karvin bisa-bisa cedera kalau terus-terusan kayak gini!"

Where Do We Go? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang