Bab 49

130 5 0
                                    

Bugh

Dada naik turun mata tajam menggelap sorotan menusuk seakan bisa membelah musuh.

"maaf, sabar mas. Mas siapa ya?" tanya polisi melerai.

"lu ada masalah. Apa dengan minum mabok gitu bisa bikin masalah lu kelar? Apa menurut lu hampir ngebunuh cewe gua itu selesaiin masalah?!" ucap Aiden maju menarik kerah baju lelaki dihadapannya.

Lelaki itu nampak tak merespon. Pandangannya bahkan terlihat seperti tak membutuhkan nyawa. Sorot mata sama seperti Adam. Karena merasa mengerti Aiden kembali mendudukan lelaki itu dengan kasar.

"saya, minta dia di tuntut dan diadili secara hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Uang? Klo dia nyogok dan saya tau. Saya pastikan yang menerima uang masuk akan saya tuntut ke penjara" ancam Aiden tak main-main.

Dia tak main-main mengenai orang terdekatnya. Dia tak segan-segan menjadi brutal hanya untuk untuk orang terdekatnya. Dia menjadi monster ganas ketika orang terdekatnya terluka.

"maaf" ucap pelaku.

Emosi Aiden memuncak. Dia sedikit membungkuk menjambak rambut pelaku agar menatap matanya. Mereka berdua saling menatap.

"MAAF LU GA BIKIN CEWE GUA BAIK-BAIK AJA!" bentak Aiden tepat didepan lelaki itu. Bahkan si pelaku saja bisa dibuat merinding takut gemetar atas perilaku Aiden yang arogan. Polisi seolah bungkam tak sanggup memisahkan.

Disisi lain Zidan datang beserta anak buah yang lain. Samuel tengah sibuk mengurus administrasi berbincang pada perawat disana walaupun biaya sudah terlunasi.

"lu gimana?" tanya Zidan melihat Adam.

"maaf bang" ucap Adam bersalah.

"gila tuh yang nabrak, mabuk katanya" ucap Bram meludah.

"Listy mana?" tanya Samuel baru saja masuk.

"diruang operasi, udah sejam yang lalu. Gu-g-gua minta maaf" ucap Adam. Dia menunduk, menangis meneteskan air mata. Samuel datang memeluk Adam, memberikan tempat nyaman bagi adiknya.

Farel, Bram dan Zidan tentu keruang operasi. Samuel mengajak bicara Adam agar tidak trauma atau terus menerus merasa bersalah.

Dokter tak lama keluar bertepatan dengan Aiden yang datang. Lelaki itu nampak acak-acakan. Pakaiannya lusuh tak tertata. Farel mendekati Aiden mengacak rambut lelaki disampingnya sambil mengelus punggung sebagai tanda perhatian.

"saya sudah melakukan yang bisa saya lakukan. Untuk keluarga korban bisa ikut bersama saya?" tanya dokter.

"disini aja" ucap Zidan.

"maaf siapa?"

"saya kakak kandungnya, disekitarnya saudara korban. Selaku kakak kandung saya mempersilahkan penjelasan dokter didengar oleh kerabat saya" ucap Zidan. Dokter mengerti lalu menjelaskan.

Benturan kencang di kepala Listy membuat tulang tengkorak retak. Pendarahan segera ditangani beruntung karena selamat dari beberapa resiko yang tak diinginkan. Namun sayangnya Listy dinyatakan koma dan sadar tanpa batas waktu yang ditentukan. Walaupun begitu aktifitas otaknya yang stabil terus membantu tubuh gadis itu untuk tetap berada pada posisinya.

"baik dok terimakasih, maaf jika salah satu dari kami sempat melakukan tindakan kurang baik" ucap Zidan dibalas dengan senyum dan anggukan paham.

"tidak masalah, saya mengerti betul. Kalau begitu saya permisi. Setelah ini pasien akan dibawa ke ruang Vvip khusus yang tersedia beserta peralatan lengkapnya" jelas dokter lalu melenggang pergi.

"lu dari mana?" tanya Zidan menatap tajam Aiden.

"kantor polisi" jawab Aiden.

"ngapain? Kesono buat gebukin tuh pelaku ga bikin Listy sembuh. Lu sadar itukan? Buat apa gua tanya? Lampiasin emosi lu? Cih. Lu harusnya jagain adek gua dong" ucap Zidan.

"iya, gua salah, gua tau" ucap Aiden datar. Zidan berdeham lalu melewati Aiden dengan bahu yang sengaja ditabrakan.

"tenang aja, dia emosi sesaat kok" ucap Farel menenangkan. Dia mengajak Aiden ke kantin rumah sakit. Tapi bukannya menurut Aiden justru keluar dari rumah sakit.

Memilih melampiaskan emosi diatas motor. Dengan kecepatan tinggi dia ngebut bahkan lampu yang akan berubah merah dia terobos dengan mudah tanpa khawatir tertabrak bernasib sama seperti kekasihnya.

Berdiri didekat jembatan yang sepi kala malam hari. Dia berteriak sekencangnya sambil membenturkan kepala ke besi pinggir jembatan.

"BAJINGAN! GUA GAKAN PEDULI LAGI SAMA ORANGLAIN! BRENGSEK!!" teriak Aiden.

Hujan menerpa seakan langit merestui tangisnya. Motor yang melaju sangat lamban menuju perkarangan rumah. Dia membuka pintu rumah dengan lemas lalu terjatuh tak sadarkan diri.

Tian sang ayah langsung menuju anaknya terkapar didepan pintu. Memapah tubuh tak sadar anaknya menuju sofa tanpa peduli basah atas air hujan yang membasahi tubuh anaknya. Alecia tengah berada dibutik baju pesanan untuk pengantin tak kunjung selesai. Ayahnya membereskan tubuh Aiden. Memar dikepala juga kepalan tangan anaknya. Bibirnya bahkan robek disudut menimbulkan tanda tanya besar. Apa yang anaknya lakukan.

Malam kian menggelap, hujan masih terdengar rintikan. Aiden terbangun sadar bergerak melihat ayahnya ketiduran disofa.

Begitu merasa mendengar suara, Tian menoleh bangkit dan mengambil air putih untuk Aiden. Memberikan pada anaknya.

Aiden bercerita tanpa diminta. Mengenai kejadiannya, mengenai lukanya, mengenai kondisinya. Tanpa ekspresi dirinya bercerita, Tian nampak iba. Seorang lelaki memang susah untuk mengekspresikan bagaimana perasaannya. Itu sebabnya rumah sakit jiwa lebih banyak kaum pria ketimbang wanita.

"bukan salahmu, jangan salahin diri sendiri" ucap Tian tak gubris. Aiden bangkit menuju kamarnya. Dia lagi-lagi ngamuk. Membanting banyak barang sampai kamarnya rusak seperti kapal pecah.

~

Hari hari dia lewati tanpa kehadiran Listy yang sebelumnya membuat dirinya lebih berwarna. Sudah bersikap biasa aja, walau sikap dingin masih melekat kuat.

"cuman ada daging, sosis sama telur. Tumis aja kali ya Yah? Lagian kenapa aku selalu beli ini ya" oceh Alecia.

"kan kamu yang milih Bun" timpal Tian.

Aiden yang awalnya diam disana jadi bangkit bergerak keluar rumah dan membanting pintu.

Perkara teringat ucapan Listy kala dia memasakan tumis. Seperti deja vu tersendiri.

Akhirnya Aiden ke basecamp, duduk didekat Ciel yang tengah sibuk mengerjakan tugasnya. Yang lain justru masih menunggu sadarnya Listy. Aiden? Dia bukannya enggan, dia hanya takut merasa frutasi saat disana.

"mau donat?" tawar Ciel. Aiden menggeleng. Dia mengambil bungkus rokok, mengambil rokok disana lalu meminta korek.

"lu ngerokok?" tanya Ciel. Tapi Aiden tak menjawab, dia merampas korek di tangan Ciel. Menyalakan rokok walau di satu hisapan dia terbatuk.

Setelah merasa sudah terbiasa dengan rokok Aiden keluar ruangan Ciel. Masuk ke club dimana ada Farel mendekam disana sambil berbincang dengan bartender. Begitu melihat Aiden lelaki itu merangkul akrab.

Diamnya Aiden merusak dirinya sendiri. Sadar tidak sadar Aiden sudah meminum lebih dari 3 gelas berbentuk kotak. Sempoyongan masuk keruang Listy yang mudah dimasuki karena namecard ada ditangannya.

Aiden mendesah ketika mencium aroma Listy yang tertinggal. Tidur diatas sofa kekasihnya sambil tertawa geli entah menertawakan apa. Zidan membuka pintu ruangan Listy secara brutal. Menarik kerah Aiden dimana lelaki itu justru tersenyum bangga.

"siapa yang ijinin lu kesini" tanya Zidan.

"Cewe gua, tunangan gua hehe" jawab Aiden menunjukkan cincin dijemarinya.

"ANGEL SAKIT DIRUMAH SAKIT KOMA! TUNANGAN MACAM APA YANG STAY DISINI DOANG?!"

"lu.... Lu gada hati!" tunjuk Zidan tepat didepan wajah Aiden.

Farel datang memisahkan keduanya.

"kenapa hei? Ga enak diliat anak-anak" ucap Farel.

"klo dia udah baik. Jangan harap lu bisa ketemu dia lagi!" ucap Zidan pergi.








Jahat ya 😥









😮 pecah ges pecah
Pecah kepala bapak kau xixixi

My Badgirl |LENGKAP!|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang