"Dia ngomong apa..." tanya Frey, matanya tak lepas dari bilah pedang yang mengkilat itu. Dia sedikitpun tidak meragukan tajamnya senjata itu.
Untuk pertama kalinya, mereka bertiga melihat sebuah pedang asli dalam jarak sedekat ini. Lebih parah, diancam oleh benda tajam itu.
"Kami tidak mengerti apa yang kamu bicarakan" kata Kama
"Please, we're not bad people" kata Ayyara, mencoba menggunakan bahasa Inggris.
Namun nihil, mereka tidak bisa membangun percakapan dengan pria itu sebagaimana seperti penduduk sebelumnya. Pria misterius itu kemudian berbicara lagi, tapi tetap tak ada satu katapun yang mereka mengerti. Ini semua membuat kedua belah pihak sebenarnya merasa frustasi.
Dari dekat, mereka bisa melihat penampilan pria misterius ini dengan jelas. Pertama - tama, harus mereka akui bahwa wajah pria itu tampan, parasnya menawan. Kedua, ia menggunakan jubah yang dikaitkan melingkar di lehernya — itu membuatnya terlihat gagah, ditambah noda tanah dari jatuhnya tadi. Sekali lagi, gagah dan menawan. Ketiga, bahkan setelah melawan makhluk seperti tadi, tidak ada satupun goresan luka di wajahnya. Kesimpulan, ia terlihat bak seorang ksatria dongeng.
Sayangnya, tatapan dingin yang ia lontarkan terhadap ketiga sahabat itu berhasil membuat mereka merinding sekujur tubuh, membuyarkan semua praduga indah tentangnya.
"Angkat tangan kalian cepet!" titah Kama, "Kita harus tunjukkin kalau kita ngga berbahaya dan mau bekerja sama"
Mereka bertiga serempak mengangkat tangan mereka. Dengan sengaja menunjukkan ekspresi takut terbaik mereka agar pria tersebut percaya bahwa mereka hanyalah orang lewat dan bukanlah orang yang berbahaya.
Namun, itu adalah hal yang sulit ketika mereka sendiri tahu bahwa penampilan mereka sangat berbeda dari orang - orang yang mereka lihat. Keraguan pada pria itu terhadap mereka bertiga adalah hal yang tak bisa dihindarkan. Beruntungnya, pria misterius itu akhirnya menurunkan pedanganya meskipun tatapannya kepada mereka bertiga masih tajam, tatapan siap membunuh kapanpun.
"Terimakasih" kata Kama, "Ayo, kita pergi"
Meski masih bergidik, mereka bertiga berhasil bangun dan bertumpu pada kedua kaki mereka. Tujuan mereka adalah kabur sejauhnya dari pria itu secepat mungkin.
Frey yang berdiri paling kanan bermaksud untuk begerak ke samping, berjalan memutari pria itu. Namun, bahkan tidak sedetik kemudian ia kembali membeku di tempatnya. Hal itu ada hubungannya dengan pedang milik pria tadi yang kini hanya berjarak satu inci dari lehernya, pedang yang sama yang tadinya menancap di dada raksasa sebelumnya.
Pria itu yang baru saja mengacungkan pedang miliknya ke leher pria asing baginya itu dapat mendengar hembusan nafas tercekat dari kedua orang asing lainnya. Frey sendiri tidak berani bernapas. Dengan cepat, Kama menarik sahabatnya itu ke belakang, mendekat ke arahnya sebelum ia menatap pria misterius tadi.
"Kenapa?" tanya Kama, ia tahu bahwa perkataannya tidak akan dimengerti oleh pria itu tapi ia yakin bahwa ia sudah menyampaikan pesannya. Kama yakin tatapannya sudah mengekspresikan penuntutan alasan.
Pria itu menurunkan kembali pedangnya, memasukannya ke sarungnya. Kemudian, ia menunjuk mereka bertiga satu persatu lalu membuat gerakan berjalan dengan kedua jarinya dan sebelum akhirnya ia menunjuk dirinya. Ketika tidak bisa menggunakan bahasa verbal maka bahasa tubuhlah yang menjadi solusi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlempar Ke Dunia Sihir, Negeri Rothras
FantasíaTiga sahabat masa kecil, Kros, Ayyara, dan Frey, tiba - tiba terjebak di dunia lain yang penuh dengan sihir, Negeri Rothras setelah ketiganya secara tidak sengaja menemukan sebuah portal di rumah tua ketika sedang berlindung dari kejaran anjing meng...