Ketegangan memuncak meski sebenarnya hanya keempat orang itulah yang terlihat tegang sedangkan tiga orang lainnya terlihat sangat santai, bahkan bosan.
"Tolong menyingkir dari jalan kami" kata Kros, mencoba menggunakan kartu pura – pura tidak mengenal. Sebuah usaha yang patut dicoba, mengingat mereka berempat menggunakan penutup wajah dan sebetulnya kedua pihak belum pernah bertemu sebelumnya.
Berusaha untuk menjadi setenang mungkin, Kros lalu berkata lagi, "Kalian menghalangi jalan ku dan ketiga temanku yang ingin keluar dari desa ini"
"Kau benar, dimanakah kesopananku?" kata Tibeth, "Maafkan ketidaksopanan kami, kau bisa lewat" Tibeth kemudian bergeser sedikit ke hadapan Wann.
Kros tidak percaya trik itu berhasil, meski sebenarnya ia harusnya tahu lebih baik.
"Tapi tidak tiga temanmu yang lain" kata Tibeth ketika Kros bahkan belum sempat untuk mengisyaratkan kudanya untuk bergerak. Pria kekar itu kemudian tertawa mencemooh.
"Siapa kau? Apa maumu?" tanya Kros, nada suaranya sama seperti saat ia mengacungkan pedangnya ke arah ketiga sahabat itu sebelumnya. Mereka bertiga dibuat merinding dengan interaksi yang sedang terjadi di hadapan mereka.
"Tidak penting untuk kalian ketahui" kata Tibeth, "Siapa namamu?"
"Bukan urusanmu juga" kata Kros
Tibeth hanya terkekeh kecil mendengarnya, "Aku selalu tahu nama orang yang akan menjadi korbanku" kata Tibeth, sebuah seringai kecil muncul di wajahnya, "Karena nyawamu kini ada di tanganku"
Dari percakapan mereka beberapa detik yang lalu, kini Kros tahu. Target dari kelompok pemburu itu bukanlah dirinya melainkan tiga sahabat yang kini berada di bawah pengawasannya. Sebuah pertanyaan lantas muncul di kepalanya tentang bagaimana kelompok seperti Dalog bisa mengetahui tentang tiga orang asing dari dunia lain yang datang bahkan tak sampai dua hari yang lalu.
Itu membuatnya akhirnya memahami potongan yang hilang, ketadangan ketiga sahabat itu bukanlah sebuah akibat dari ketidaksengajaan atau kesalahan. Seseorang dengan sebuah niat tertentu menjebak ketiga sahabat itu untuk masuk ke dunianya, ke negeri Rothras.
"Katakan, siapa yang menyewamu?" tanya Kros
"Mengapa kau peduli dengan itu?" cemooh Tibeth
"Karena aku bisa membayar sepuluh kali lipat lebih besar dari bayaran yang dijanjikan oleh master mu... Katakan siapa mastermu dan buru dia untukku" kata Kros, nadanya dingin dan gelap.
Tibeth hanya mendengus mendengar tawaran itu, "Kau yakin bisa membayar kami sepuluh kali lipat dari yang dijanjikan bapak tua itu?" tanya Tibeth
"Tentu, katakan apa yang dijanjikannya kepada kalian bertiga?" tanya Kros
Yang ada, seringai di wajah pria berbadan besar itu semakin melebar, "Bayaran kami adalah kebebasan berburu di malam hari tanpa gangguan dari siapapun, dia bahkan akan menyiapkan bahan buruan untuk kami" kata Tibeth
"Berburu manusia sangatlah menyenangkan, apalagi ketika mereka berlari ketakutan" kata Ater, tertawa keras – ia terlihat sama sintingnya dengan Tibeth.
Bibir Kros langsung terkatup, ia seharusnya dapat menyangka bahwa bayaran yang mereka terima tentulah bukan jenis upah biasa. Awalnya, Kros yakin ia akan dapat membayar mereka semahal apapun karena emas bukanlah sebuah masalah. Namun kini, ia tidak tahu harus berkata apa. Tidak mungkin ia mengorbankan rakyatnya sendiri hanya untuk menyelamatkan tiga orang asing. Dan tidak mungkin juga ia menyerahkan nyawa tidak bersalah ke tangan pemburu berdarah dingin itu. Lebih lagi, ia tak tahu apa mau bos mereka dengan pendatang dari dunia lain itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlempar Ke Dunia Sihir, Negeri Rothras
FantasíaTiga sahabat masa kecil, Kros, Ayyara, dan Frey, tiba - tiba terjebak di dunia lain yang penuh dengan sihir, Negeri Rothras setelah ketiganya secara tidak sengaja menemukan sebuah portal di rumah tua ketika sedang berlindung dari kejaran anjing meng...