Elean tidak pernah punya seseorang yang bisa ia panggil kekasih atau pasangan hidup selama ribuan tahun lamanya. Bukan karena tidak ada yang mendekatinya. Itu semua terjadi karena pilihannya sendiri yang tidak mau menerima siapapun.
Mengapa? Alasannya sederhana, tidak pernah ada yang pantas untuk menjadi pasanganya. Semua pria atau bahkan wanita yang mendekatinya selalu memiliki motif tersendiri – untuk memanfaatkan kekuatannya, mencuri darinya, atau bahkan mengambil kekuatannya. Sahabat, kekasih, semuanya punya maksud di belakang. Sedangkan sisanya memilih untuk menjauhinya karena rumor betapa kuat dan kejam dirinya. Terkutuk penyebar rumor tak berdasar itu. Meskipun sebenarnya, rumor itu tidak salah – hanya saja kurang lengkap.
Seperti orang lainnya, ia bisa mengendalikan kekuatannya untuk siapa yang ia tuju sesuai kehendaknya. Bersikap baik dan tulus padanya maka kau tidak akan pernah merasakan amarah Elean. Sebaliknya, menjahatinya akan membuatmu dikunjungi sesuatu yang jauh lebih parah dari mimpi burukmu.
Hidup sendiri bukan menjadi masalah bagi Elean, itu berhenti jadi masalah ketika ia beranjak usia seribu tahun. Elean berhenti mempermasalahkan hal yang sia – sia. Sejauh ini, ia hidup sangat baik – baik saja tanpa seorang kekasih. Dia bisa menjaga dan mencintai dirinya sendiri, tidak masalah.
Tapi satu hal yang jauh lebih berharga dari apapun bagi sang ahli sihir adalah sahabatnya. Satu - satunya. Namanya adalah Eli, seorang ahli sihir wanita yang sama sepertinya. Kedua ahli sihir itu tidak bisa dipisahkan, bagai api dan asap, meski tidak banyak yang tahu.
Pertemuan pertama mereka terjadi saat Elean yang berumur 4000 terus diusik oleh seorang gadis ahli sihir pemula berusia 50 tahun yang ingin menjadikan ia sebagai gurunya. Elean yang baru saja pindah ke Ronanith pada awalnya menolak tanpa ragu, ia tidak pernah punya murid sebelumnya dan tidak berniat untuk memulai hal itu. Itu merepotkan sekali bagi Elean.
Lagipula, untuk apa membagikan ilmu miliknya ke orang yang ia tidak kenal? Bagaimana jika ia berakhir dikhianati? Bagaimana jika ilmu yang ia berikan berakhir digunakan untuk hal yang tidak baik. Elean memang tidak terlalu peduli pada dunia ini tapi ia hanya tidak ingin terkena imbasnya. Karena dapat dipastikan hidup damainya akan usai tatkala itu terjadi.
Namun Eli tidak pantang menyerah, ia terus saja mengusik sang ahli sihir senior itu setiap hari, tiap detiknya. Elean bahkan sempat berpikir untuk menggunakan sihirnya pada sang gadis meski akhirnya ia urungkan. Tidak akan lucu jika ia akan dicap menjadi penjahat padahal baru saja datang ke kerajaan itu. Hingga pada akhirnya, setelah 10 tahun diganggu oleh sang gadis, Elean jengah juga dan menantang Eli dalam sebuah duel dengan sebuah taruhan.
Jika Elean keluar sebagai pemenang maka Eli harus berhenti menganggunya dan pergi tanpa kembali. Dan jika sebaliknya maka Elean harus setuju menjadi guru ahli sihir Eli.
Sederhana, bukan? Seharusnya ia memikirkan ini sejak lama.
Dan duel itupun mengambil tempat di belakang pondok Elean, di bawah terang cahaya sang dewi bulan.
Terjadilah, duel sihir antara Elean dan Eli yang berlangsung setengah hari.
Tentu saja tanpa diragukan, Elean keluar sebagai pemenang. Kemenangan telak.
Namun, sesuatu berubah pada diri Elean – caranya memandang gadis pemula itu kini berubah. Sihir Eli seperti beresonansi dengan miliknya, sesuatu yang unik dan tentunya belum pernah terjadi sebelumnya. Tanpa ragu, itu menarik minatnya. Ada alasan mengapa duel itu terjadi setengah hari, Elean sengaja 'bermain' dengan kemampuan sang gadis. Memeriksa apakah benar yang ia rasakan.
Dan alhasil, Elean pun setuju untuk mengajari Eli segala sihir yang ia ketahui. Hubungan mereka berawal sebagai simbiosis mutualisme — Eli mendapatkan keinginannya dan Elean sendiri dapat mengeksplor sihir milik gadis itu lebih jauh.
Namun semakin lama, interaksi mereka mulai bertambah bahkan di luar sesi belajar. Eli akan selalu menanyakan pertanyaan pertanyaan tidak penting tiap harinya tanpa lelah. Pertanyaan – pertanyaan itu biasanya mulai dari apakah ia sudah makan atau belum, gadis itu terkadang membawakan bekal yang ia buat sendiri, lalu bagaimana harinya, apa ada masalah, dan banyak pertanyaan tentang keseharian Elean lainnya.
Eli bahkan kadang membantu Elean dalam pekerjaannya dan merawat pondoknya. Ia juga sering menjadikannya sebagai tempat curhat meski Elean sendiri yakin itu terjadi karena mulut Eli yang tidak bisa ditutup lebih dari 5 detik.
Ternyata, interaksi – interaksi itulah yang membuat mereka semakin dekat dan hubungan mereka semakin baik. Setelah itu, semuanya terjadi secara natural. Pada suatu titik, Elean tidak lagi menganggap Eli sebagai murid tapi sebagai teman dekatnya, satu satunya teman dekat yang ia miliki. Bahkan suatu ketika, Elean secara tidak sengaja mengakui Eli sebagai temannya ketika ia memberikan hadiah kepada 'sang murid'. Yang mana membuat Eli sangat terkejut.
"Ini buatku, Elean?"
Mana bisa Elean lupakan ekspresi di wajah Eli, mata yang membulat penuh dan mulut yang ternganga, rupanya Eli masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat dan dengar. Lucu, layaknya seorang gadis kecil.
"Iya, ini salah satu artefak yang aku dapatkan seribu tahun lalu... Buatmu saja sebagai hadiah ulang tahunmu. Lagipula aku tidak membutuhkannya, tidak lagi" kata Elean
"Kau tidak perlu melakukan semua ini" kata Eli tetapi senyumnya mengembang sangat lebar. Gengamannya pada benda itu menguat seakan - akan jika ia lengah maka benda itu akan hilang dari pandangannya.
"Tentu perlu, kau kan teman baikku" kata Elean, keceplosan yang tidak bisa ia tarik kembali. Bukannya ia mau juga.
"Kau bilang apa barusan?" tanya Eli, ekspresinya kembali ke awal ketika ia mendapatkan hadiah itu. Ia menaikkan alisnya dua kali.
"Tidak ada lupakan saja" kata Elean sebelum langsung bergegas pergi dari tempat itu, salahkan ia yang tidak pandai dalam perasaan dan bersosialisasi.
Eli sebenarnya mendengar ucapan Elean dengan baik tapi ia hanya ingin sang guru mengulangnya kembali. Menahan mulutnya untuk menggoda sang guru, maksudnya sang teman, dan memutuskan untuk menikmati momen.
Itu adalah salah satu hari terbaik bagi Eli.
Sejak saat itu mereka menjadi semakin tidak bisa dipisahkan. Bahkan Eli menghabiskan waktu lebih banyak di pondok Elean dari pada di rumahnya sendiri. Mereka menjalani misi bersama, saling melindungi satu sama lain. Dan keduanya bahkan memiliki totem persahabatan, gelang sihir yang dibuat oleh Elean.
Meskipun dekat, nyatanya mereka tidak tahu terlalu banyak tentang masa lalu atau keluarga satu sama lain. Elean hanya tahu bahwa Eli adalah keturunan ahli sihir terhormat di wilayah Ronanith. Sementara Eli hanya tahu bahwa Elean dulunya sering berpindah - pindah tempat tinggal dari satu wilayah kerajaan ke wilayah kerajaan lainnya. Ronanith seharusnya menjadi tempat terakhirnya karena ia memutuskan untuk menetap di kerajaan ini.
Sekedar itu saja tapi mereka sejujurnya tidak peduli dengan hal itu. Yang mereka pedulikan adalah sosok yang berada di hadapan mereka detik itu, bukan yang masa lalu atau pun keluarga dan temannya. Tidak pernah ada yang menanyakan pertanyaan – pertanyaan personal. Mungkin mereka merasa hal itu hanya akan mengganggu persahabatan yang mereka punya. Maka dari itu, tidak pernah ada pembahasan mengenai masa lalu ataupun keluarga dan kerabat.
Sebagai ganti dari sihir – sihir yang diajarkan oleh Elean, Eli sering memberitahunya tentang kondisi warga biasa dan ahli sihir di pemukiman samping hutan yang Elean tempati. Selain itu, Eli kerap membantunya dalam mempelajari hal - hal dasar seperti mencuci tanpa bantuan sihir, membersihkan rumah. Ternyata, ribuan tahun hidup dan Elean selalu mengandalkan sihirnya setiap saat. Eli merasa bahwa itu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Membuat Elean 'kecanduan' dengan sihirnya. Hal – hal yang bisa ia lakukan dengan kedua tangannya, kedua kakinya, sebaiknya dilakukan secara 'manual'.
Elean akhirnya merasakan sebuah kebahagiaan kecil di hidupnya berkat sosok sahabat yang ia punya. Ini hidup yang ia impikan. Eli juga sama, untuk sekali dalam hidupnya ia bisa bebas menjadi dirinya sendiri.
Bagi Elean dan Eli, semuanya sempurna.
Sampai kebahagian kecil itu akhirnya harus hancur begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlempar Ke Dunia Sihir, Negeri Rothras
FantasyTiga sahabat masa kecil, Kros, Ayyara, dan Frey, tiba - tiba terjebak di dunia lain yang penuh dengan sihir, Negeri Rothras setelah ketiganya secara tidak sengaja menemukan sebuah portal di rumah tua ketika sedang berlindung dari kejaran anjing meng...