Mendengar ucapan Kros, Ayyara tidak butuh waktu pikir lama lagi dan segera bergegas menuju kamar penginapannya. Frey juga langsung mengepak barang – barang yang ada di atas kasur sementara Kama merapihkan yang ada di atas meja dan memasukkannya kembali ke tas Kros. Tak lebih dari dua menit berlalu, gadis itu sudah kembali lagi dengan dua tas dan lentera kecil di tangannya. Sedangkan, Kros langsung menuju jendela yang kemudian ia buka selebar – lebarnya.
"Kita kabur lewat mana?" tanya Frey, "Jalan masuk dan keluar di penginapan ini hanya pintu masuk di bawah kan?"
"Lewat sini" kata Kros, jendela itu menghadapkan mereka ke sisi belakang dari penginapan sehingga jika mereka turun lewa situ, mereka tidak akan terlihat dari pintu masuk.
"Ini lantai dua, bagaimana caranya kita turun?" tanya Frey dengan panik.
Tidak menghiraukan pertanyaan pria itu, Kros malah menjulurkan tangannya keluar hingga menyentuh dinding samping jendela itu, "Greve Inn Er" rapal Kros
"Apa yang baru saja kau lakukan?" tanya Kama, dipunggungnya sudah tersampir dua tas bawaan. Ia kemudian bediri di samping Kros untuk melihat apa yang terjadi. Terkejutnya Kama, di dinding itu mulai tumbuh tanaman rambat besar secara ajaib. Jika ia lihat lebih dekat, pola tumbuh tanaman itu menyerupai sebuah tangga. Ini persis seperti adegan – adegan dalam film fiksi yang sering ia lihat.
"Cepat, lewat sini!" titah Kros
Sementara itu di lantai bawah, Dalog tidak perlu repot – repot untuk menanyai penjaga penginapan terkait empat tamu baru yang ia terima. Tidak selama mereka mempunyai Wann.
Wann sendiri saat ini sedang menatap ke atas, "Mereka di sini?" tanya Tibeth dan wanita itu menganggukan kepalanya.
Tibeth lalu berjalan mendekati tangga sebelum sebuah suara menghentikan mereka, "Apakah kalian ingin menyewa kamar? Sayangnya kami sedang penuh saat ini" ucap wanita penjaga penginapan dari balik mejanya.
Mendengar itu, Tibeth hanya tersenyum kecil sambil menatap Ater, "Urus wanita tua berisik itu" kata Tibeth sebelum ia menaikki tangga yang diikuti oleh Wann
"Dengan senang hati" kata Ater, menyeringai
"Maaf tapi kalian tidak boleh ke sana" kata wanita tua itu yang tentunya tidak dihiraukan oleh keduanya.
Seringai keji tidak pernah meninggalkan wajah Ater sembari wanita itu berjalan mendekati si penjaga penginapan yang membuat bulu kuduk wanita tua itu langsung berdiri. Kasihan, ia hanya mencoba untuk melakukan pekerjaannya. Tanpa menyadari betapa malangnya nasib yang akan ia hadapi.
"Caetius Salve..." ucap Ater
"Kau..." ujar wanita tua itu, matanya membulat ketakutan karena ia kini sadar siapa yang berdiri di hadapannya. Mantra yang baru Ater rapalkan adalah sebuah kutukan yang terkenal di seluruh empat kerajaan, terkenal akan betapa seramnya apa yang dilakukan mantra itu pada orang yang menjadi taget rapalannya.
Belum selesai wanita tua itu berbicara, darah mulai mengalir keluar lewat hidungnya, telinganya, mulutnya, dan matanya. "A..ampuni aku.." mohon wanita tua itu histeris sebelum batuk darah menyerangnya. Ater yang melihat itu hanya tertawa manis sambil bersandar pada meja dihadapannya, menikmati apa yang ia berikan pada wanita tua itu.
"Kau beruntung aku sedang tidak ingin bermain lama – lama, kami masih punya urusan yang lebih penting" kata Ater sebelum kemudian ia menjetikkan jarinya.
Bersamaan dengan itu, rasa sakit yang sangat menjadi menyerang wanita malang itu – tubuhnya terasa terbakar, matanya seperti dicongkel keluar, darah semakin banyak keluar dari tubuhnya. Namun, teriakkan kesakitannya bagai musik di telinga Ater, sebuah candu yang tergiang – giang di belakang kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlempar Ke Dunia Sihir, Negeri Rothras
FantasyTiga sahabat masa kecil, Kros, Ayyara, dan Frey, tiba - tiba terjebak di dunia lain yang penuh dengan sihir, Negeri Rothras setelah ketiganya secara tidak sengaja menemukan sebuah portal di rumah tua ketika sedang berlindung dari kejaran anjing meng...