Saat malam tiba, Angel pamit pergi menuju markas Griffin. Awalnya Ayhner ingin ikut, namun Angel menolak. Alhasil Ayhner pergi kerumah sahabatnya, Arthur.
Saat ini mereka berdua tengah duduk dikarpet sembari menonton siaran tv, hingga Arthur sadar bahwa hanya dia yang menonton, tidak dengan Ayhner. Wajah Ayhner memang ke arah tv, tapi terlihat jelas dari matanya jika Ayhner sedang ada di dunianya sendiri.
"Ayhner." panggil Arthur menyadarkan Ayhner, dia berkedip lalu menghadap Arthur dengan wajah bertanya.
"Kenapa?" tanya Arthur.
"Kepikiran ucapan Angel tadi." jawab Ayhner, dia tipikal yang tak mudah menurut jika tak tahu alasan pasti.
"Jadi? Mau cari tahu?" tanya Arthur lagi, dia tahu Ayhner tak akan menurut sebelum mengetahui alasan pastinya. Ayhner pasti akan mencari tahu secara diam-diam alasan dibaliknya.
"Hmm, gue penasaran apa yang bisa buat Angel gemeter selain marahnya Mama sama Papa." Ayhner sudah menyusun rencana dikepala untuk mencari tahunya.
"Gue rasa, ucapan Angel bener-bener peringatan besar, Angel jelas tahu lo orangnya kepo, makanya dia sampe minta lo janji." Arthur tahu jika Angel jarang meminta sesuatu sampai harus berjanji, jika sampai harus mengucap janji, itu pasti ada hubungannya dengan nyawa.
"Setiap Angel minta sesuatu sampai harus janji itu pasti urusan nyawa, gue sebagai abang jelas berusaha menjauhkan Angel dari hal begitu. Gue gak mau kehilangan dia." Ayhner seketika teringat sebuah kejadian dimana dia melanggar janjinya pada Angel hingga mengakibatkan nyawanya dan Angel seperti diujung tanduk.
Mengingat kejadian itu, Ayhner pasti akan menyalahkan dirinya karena kecerobohannya. Tanpa sadar mata Ayhner berair, dan itu dilihat oleh Arthur.
Arthur menghela napas melihat Ayhner yang terdiam dengan mata berair, dia tahu jika hidup sahabatnya ini tidak bisa dibilang tentram. Sudah menjadi hal umum jika keluarga mafia memiliki resiko besar menyangkut hidup dan mati.
"Coba lo omongin sama Angel, bilang pelan-pelan. Jangan sampe kejadian dulu terulang hanya karena rasa ingin tahu lo yang segede gajah." Arthur memberi saran meski ada sedikit sindiran.
"Ck, lo tuh ngasih saran apa nyindir sih?!" decak kesal Ayhner.
"Keduanya." jawab Arthur kembali fokus pada tayangan di tv.
Ayhner merotasikan matanya malas, Arthur adalah juara menyindir. Ucapannya memang terdengar santai, namun terkadang terselip makna yang menusuk.
*****
Disuatu kamar bernuansa lilac, terdapat seorang cewe yang duduk melamun dengan menatap pisau lipat. Pikirannya sedang berkelana pada satu orang yang mengganggu pikirannya.
"Lutfi, kenapa lo muncul?" monolog cewe itu dengan sengaja menggores jari telunjuknya menggunakan pisau lipatnya.
Cewe tersebut menghela napas lelah, dia menutup matanya meresapi rasa dari luka dijarinya. Dan secara perlahan juga, tubuhnya mulai gemetar menggigil.
Tangannya mengepal erat, matanya terbuka menampilkan mata yang berkaca-kaca, cairan bening sudah menumpuk dan siap untuk jatuh.
"Gue gak akan kalah dari lo." desisnya dengan mata memancarkan kebencian.
*****
Hari berlalu, Angel makin sibuk dengan segala urusan ujian sekolah dan mafianya, sedangkan Ayhner juga mulai sibuk dengan perusahaan.
Orang tuanya akan pulang dari Bandung nanti sore, Ayhner sudah memikirkan sesuatu yang akan dia tanyakan pada Papanya mengenai Lutfi. Terkutuklah rasa ingin tahu ini, semoga saja Angel tak memberi hadiah padanya nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
AYHNER
FantasiAyhner Dizon Luther, seorang pemuda tampan yang memiliki kulit putih bersih, mata coklat, rambut hitam dan tentu saja tinggi. Ayahnya yang menjabat sebagai ketua mafia, nyatanya tak membuat Ayhner menginginkan posisi itu, jadilah sang adik yang men...