"Nih!" Ayhner memberikan tas Lutfi pada empunya. Dia juga membawa sekalian tas nya.
"Thanks, trus Lo ngapain ikut bawa tas, bel masih lama."
"Lama apaan, lima menit lagi bel bunyi."
"Oh, iyakah?"
"Ye Maemunah." jawab Ayhner dengan memanggil Lutfi dengan nama lain. Lutfi tak urusan dengan nama itu, dia hanya ber -oh ria. Lalu berlalu berniat pergi untuk pulang. Namun tangannya dicekal oleh Ayhner.
"Apa?" Tanya Lutfi, dia ingin segera turun dan pulang tidur.
"Yakin bisa turun tangga?" tanya Ayhner dengan bersedekap dada.
Lutfi terdiam mendengar ucapan Ayhner, benar, bisakah dia?
"Bisalah, turun doang.""Yaudah coba, kalo glinding jangan minta tolong gue." Ayhner berniat mengerjai Lutfi.
'Bangke ni anak' batin Lutfi, 'Gue pasti bisa, Lo gak lemah, gausah minta tolong sama kunyuk itu.'
Perlahan Lutfi turun dari tangga dengan berpegangan pada pembatas. Namun karena pusing yang tak tertahankan, Lutfi berhenti dan mengeluarkan ponselnya dari dalam tas.
Ayhner yang melihat Lutfi berhenti merasa berhasil mengerjainya, 'Pasti gak kuat dan mau minta tolong gue' . Namun dia salah.
"James! Bisa jemput gue di sekolah gak?"
"Bisa, kenapa?"
"Gue lagi demam, gue-" belum sempat melanjutkan ucapannya, ponsel Lutfi sudah direbut oleh Ayhner dan memutuskan panggilan sepihak.
"Apaan sih?!"
"Gue anter." ucap Ayhner.
"Gak perlu." tolak Lutfi, namun tak dihiraukan oleh Ayhner. Ayhner malah berjongkok didepan Lutfi,
"Naik!"
"Ngapain Lo? Mau berak?" tanya Lutfi yang sebenarnya paham maksud Ayhner, namun dia malas peka.
"Gue gendong, emang lo bisa turun sendiri?"
"Bisa, tinggal glinding." jawaban tak terduga dari Lutfi membuat Ayhner langsung menatapnya.
"Oh, yaudah silahkan aja glinding." Ayhner berdiri dan berkacak pinggang menatap Lutfi.
Sedangkan Lutfi tanpa aba-aba langsung naik di pembatas tangga dan meluncur ke bawah. Dan tanpa perduli dengan keterkejutan Ayhner, dia langsung berjalan pergi.
"Itu bukan glinding, tapi... Ck, dah lah." Ayhner langsung turun menyusul Lutfi.
Sampai di parkiran, Ayhner melihat Lutfi yang sedang duduk menunggu di pos satpam, dia pun mengambil motornya dan mendekat ke Lutfi.
"Ayok! Gue anter."
"Gak perlu. Jemputan gue udah jalan kesini."
"Sakit pun lo tetep keras kepala ya?!"
"Makasih! Kepala gue memang keras buat ngelindungin otak jenius gue."
Jawaban Lutfi membuat Ayhner kesal setengah mati, "pengen tak hih"
"Biasanya yang sombong itu mati duluan." balasan Ayhner.
"Yang doain bisa duluan."
"Lo..."
Tin tin
Sebuah mobil Ferarri berwarna kuning berhenti didepan gerbang sekolah. Melihat mobil itu Lutfi lantas berdiri dan hendak beranjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYHNER
ФэнтезиAyhner Dizon Luther, seorang pemuda tampan yang memiliki kulit putih bersih, mata coklat, rambut hitam dan tentu saja tinggi. Ayahnya yang menjabat sebagai ketua mafia, nyatanya tak membuat Ayhner menginginkan posisi itu, jadilah sang adik yang men...