"Berhenti jadi anak berandalan, Attar! Mulai sekarang hindari jalanan, balap, sampai tawuran! Karena besok Papa dan Mama akan menjodohkan kamu dengan gadis yang kuat dengan agamanya."
Deg!
Dengan banyak paksaan.
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Ma...
Karena itu hanya memperlambat proses update cerita.
Oke, terimakasih.
Selamat membaca!
_____
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aktifitas Attar dan Zahra masih disibukkan dengan barang-barang penting yang dimasukkan ke dalam mobil. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua pagi. Usai lebih awal salat tahajjud, kini kedua orang tua Attar berdiri di samping mobil.
“Bentar-bentar, Mama belum percaya ini Attar,” sela Zahra menarik putranya, “masya Allah. Penampilannya sopan banget. Jadi suami yang saleh, ya, sayang.”
Zahra memuji putranya. Ia masih terlihat tidak percaya dengan penampilan yang dilihatnya. Attar, yang biasa memakai baju urak-urakan dan kurang bahan, sekarang menggunakan baju koko yang sangat sopan.
“Ma!” Attar melototkan mata saat menyadari istrinya terkekeh pelan. Rasa malu membuat pipinya merah merona. “Udah sih, Ma. Kenapa coba? Aneh ya? Mau aku pakai celana kurang bahan lagi, heh?”
“Astaghfirullah.” Zahira berjalan, berdiri di samping suaminya segera, ia mencubit pelan pinggang sang suami. “Attar! Jangan pakai nada tinggi. Kamu nggak diajarin tentang adab-beradab yang sopan terutama sama orang tua? Penampilan aja bikin kepincut, tapi akhlaknya kurang.”
“Gak gitu, Ra!”
“Terus apa?”
Menyadari wajah sang istri memerah penuh amarah, pemuda itu meraih kedua tangan mulus milik istrinya. Dengan senyum simpul, ia berkata, “Maaf, ya?” Dalam satu tarikan, tubuh Zahira mendekap di tubuh hangat milik Attar. Mereka berdua sama-sama memberi koneksi kebahagiaan yang abadi.
Setiap sepasang jantung bertemu, romansa menjebak, bunga-bunga asmara tumbuh dalam benak pasutri tersebut. Rasa yang mengalir bersama aliran darah saat ini membuat perasaan mereka menghangat, senyum penuh arti, seakan hati ingin meledak hancur dalam kebahagiaan.
“Pa? Tunduk banget dia sama istrinya,” bisik Zahra membuat tawa Agi pecah. “Kayaknya kehadiran kita menggangu deh, Ma. Ayo gih, ke dalam aja. Takut jadi nyamuk, nggak enak.”
Mata Zahira melotot mendengar ucapan tersebut dan menyadari mertuanya pergi meninggalkan ia dan sang suami berdua. Buru-buru gadis itu memberontak dan memukul pelan dada bidang milik Attar, nyaris membuat sang empu melepaskan pelukannya. “Kenapa, Ra?”