23. Euforia Binar Mata

6.2K 653 42
                                    

Hallo selamat datang di chapter ke:

23. Euforia Binar Mata

Beri vote, sebagai bentuk apresiasi.

Hindari silent reader, ya.

Karena itu hanya memperlambat proses update cerita.

Oke, terimakasih.

Selamat membaca!
____

“Ra.... Aku butuh kamu sebagai bidadariku menuju surga-Nya.”

- Attarsyah Al-Gifari -

- Attarsyah Al-Gifari -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Brum! Brum! Brum!

Suara mesin motor sport Attar menggelegar di jalanan. Ia terus menyalip lawan kendaraannya dari arah yang bersamaan, tak memedulikan banyak pasang mata terus menegurnya dengan teriakan kencang.

Fokusnya hanya pada satu tujuan. Balap bersama Gilang.

Sudah, hanya itu saja.

Setengah jam berlalu, tak berselang lama, sampailah pemuda tersebut di tempat tujuan. Ia menerobos pasang mata yang berkerumun di jalan, menepikan motor tepat di samping Gilang berdiri.

“Wih, berani dateng juga lo? Gimana sama istrinya? Denger kabar udah seneng-seneng sama rumah tangga? Makanan lo bukan dunia malam lagi, dong?”

Baru saja menginjakkan kaki, sambutan kalimat dari Gilang langsung memancing emosi. “Tau darimana lo tentang istri gue, anj--” Cepat-cepat Attar menjeda ucapannya. “Astaghfirullahaladzim.”

Hampir. Untung saja Attar dalam keadaan mengingat Allah, jadi tidak begitu saja dengan gampang ia terjerumus dalam kemaksiatan. Menuju balapan, hendaknya Attar berdo'a dan menjaga tutur bicara.

Hal yang kerap kali Zahira katakan di rumah. "Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan." (H.R. al-Bukhari).

Gelak tawa, koneksi meledek dari Gilang mengusik ramainya bising tempat ini. “Seorang Attar, yang udah beristri takut ngomong kata-kata kasar? Hahaha. Cukup kaget sih gue dengernya, terlebih ingat perilaku lo dari dulu. Kayak anjing, bangsat!”

Atas terjaganya nama Zahira. Attar tidak akan membiarkan nasihat-nasihat istrinya menjadi sia-sia. Di manapun, kapanpun, ia akan selalu menjaga diri. Untuk Allah, dan untuk Zahira.

“Jangan banyak omong,” Pemuda itu memasang helm kemudian memainkan setir. Ekor matanya melihat tatapan kesal dari lawan bicara. Sudah ia duga, tanpa di ladeni pun, dengan sendirinya jiwa Gilang itu akan runtuh.

Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 sementara arena balap sudah semakin ramai dikunjungi. Semua orang tahu, bahwa malam ini adalah puncak balap kedua belah pihak antara Attar dan Gilang. Malam ini adalah penentuan dari tahta atau gelar ‘Raja Balap’.

Attar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang