Hallo selamat datang di chapter ke:
21. Terobati
Beri vote, sebagai bentuk apresiasi.
Hindari silent reader, ya.
Karena itu hanya memperlambat proses update cerita.
Oke, terimakasih.
Selamat membaca!
____Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 7.30 lebih pagi. Sekarang ini Attar, Zahira dan orang tuanya mengikuti kemana mobil jenazah melajukan diri menyusuri jalanan.
“Zahira sayang, kamu yakin mama Luna gak mau diterbangkan ke kota asal lahir dan dimakankan di sana, hm?” Zahra menoleh ke belakang, melihat menantunya yang tersenyum tipis. “Kalau misalnya jadi ke sana, Mama gak keberatan, kok.”
Kepala Zahira menggeleng cepat. Jika membenarkan, sama saja ia buang-buang waktu. “Gak usah, Ma. Lagian dimana aja almarhumah mama Luna dikubur itu sama aja. Gak memandang tanah hingga kota yang mungkin terlihat bermakna.”
“Yasudah sayang kalau seperti itu, Mama ikut kamu.”
Tak berselang lama saat roda-roda berjalan mulus di atas aspal. Mobil ini diisi keheningan, tidak ada satupun insan yang mengangkat suara untuk berbicara, hanya sedikit terdengar suara lembut dari AC yang memberi hawa dingin.
Mereka semua sedikit kelu untuk kembali berucap. Mengingat Zahira sejak kemarin malam hanya berdiam termenung sendu, mereka memaklumi.
Zahira butuh waktu untuk mensinkronkan otaknya menerima kenyataan. Meski frasanya menolak sadar, tetapi selalu saja ia paksa damai dengan takdir.
Lima belas menit berlalu, kini sampailah keluarga Attar di sebuah tempat yang dimana jenazah Luna akan di kubur.
Sebelum memasuki area tanah yang berisikan makam-makan keluarga besar. Saat ini Zahra, Agi, Attar beserta Zahira dan petugas lain-lain sedang berdiri di pinggir mobil terparkir. Mereka semua sedang menunggu kedatangan kerabat-kerabatnya unjuk.
“Assalamu'alaikum.”
“Wa'alaikumussalam.”
“Nak. Ummi ikut berduka ya, sayang? Jangan sedih, ih!”
Di sebalik cadar hitam, Zahira tersenyum tipis. “Hehe iya, Um. Terimakasih.”
“Ya Allah, Bu. Menantunya anggun sekali, ya?” tutur Ustazah Ikrimah terkekeh kecil ke arah Zahra. “Iya dong, Um. Istrinya Attar,” godanya menoel-noel pinggang sang Putra.
“Mama!”
“Astaghfirullah, Attar. Lagian kamu daritadi diam mulu, ih. Nggak boleh! Mikirin apa sampai-sampai gak merhatiin istrinya? Zahira lagi butuh bahu kamu....”
KAMU SEDANG MEMBACA
Attar
Spiritualité"Berhenti jadi anak berandalan, Attar! Mulai sekarang hindari jalanan, balap, sampai tawuran! Karena besok Papa dan Mama akan menjodohkan kamu dengan gadis yang kuat dengan agamanya." Deg! Dengan banyak paksaan. "Saya terima nikahnya dan kawinnya Ma...