22. Arti Komitmen

6K 600 32
                                    

Hallo selamat datang di chapter ke:

22. Arti Komitmen

Beri vote, sebagai bentuk apresiasi.

Hindari silent reader, ya.

Karena itu hanya memperlambat proses update cerita.

Oke, terimakasih.

Selamat membaca!
____

Zahira memberhentikan langkah sang suami setelah sampai di depan pintu kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Zahira memberhentikan langkah sang suami setelah sampai di depan pintu kamar. “Hm... aku boleh nanya sesuatu gak?”

“Apa Zahira sayang, apa hm?” balasnya dengan suara sedikit serak.

“Ana uhibbuka fillah-nya mana?”

Jakun milik pemuda itu naik turun akibat tawa kecilnya yang terdengar. “Ana uhibbuka fillah, Hayati....”

“Udah, mandi-mandi!” tambah Attar mencubit pelan hidung Zahira sebelum mendorong sang istri ke dalam kamar.

🤍🤍🤍

Selesai isya tiba, kini dalam perjalanan menuju pesantren Al-Attar tertunda. Zahira berinisiatif untuk berhenti di sebuah coffe shop yang baru saja launching. Berita gempar media sosial mengatakan menu coffe di tempat ini enak semua. Jadi tidak salah jika ia mengajak sang suami untuk sempat mampir.

Begitu mengucap salam dan memasuki area tempat tersebut, sengaja Zahira izin ke toilet.

"Sebentar ya, sayang?"

Attar mengangguk mengiyakan. "Ingat aku. Jangan asik di toilet aja kamu!"

"Iya, masyaallah," balasnya terkekeh pelan lalu pergi meninggalkan sang suami.

"Ingin memesan menu coffe yang mana mas?" Seorang waiters datang menyerahkan daftar menu dan reflek Attar memberikan benda itu kembali.

"Istri saya yang pilih."

"Baiklah, Mas."

Memastikan pelayan itu pergi, jari-jemari Attar mengetuk meja pelan. Ia merasa bosan, meski keadaan tempat ini ramai akan pembeli, tapi entah mengapa, tidak ada Zahira, rasanya selalu sepi.

"Attar?"

Suara dari belakang mampu membuat Attar tercengang. Ia bangkit kemudian membalikkan badan.

"Alea? Kamu di sini?" tuturnya lembut berjalan ke arah gadis tersebut dengan keadaan memaku.

"A-aku ingin berbicara, Tar."

Lirih itu berhasil membuat dada sang pemuda sesak. "Kenapa? Ada masalah? Atau pikiran lagi buntu mau ngelakuin apa kedepannya?"

Attar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang