"Berhenti jadi anak berandalan, Attar! Mulai sekarang hindari jalanan, balap, sampai tawuran! Karena besok Papa dan Mama akan menjodohkan kamu dengan gadis yang kuat dengan agamanya."
Deg!
Dengan banyak paksaan.
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Ma...
Karena itu hanya memperlambat proses update cerita.
Oke, terimakasih.
Selamat membaca! ____
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah magrib usai, Zahira termenung di dapur dengan keadaan tangan yang bergerak membaluri ayam. Menu lauk malam ini adalah Crispy Chicken.
Ingin memasak dengan penuh cinta, tapi isi kepala gadis tersebut masih disibukan memikirkan Attar. Yang ada bukan ayam rasa cinta nantinya, melainkan ayam rasa kesal. Zahira tidak habis pikir dengan tingkah suaminya, terlebih sejak habis salat magrib tadi, sang suami belum membuka percakapan sama sekali.
Dari setelah salam hingga melipat mukena. Tak ada obrolan antar suami-istri itu dimulai, mereka berdua bertingkah seperti tak mengenal. Canggung dan asing.
Dan ini terjadi karena kecerobohan Zahira semalam, keblablasan menyetrika pakaian Attar sehingga nyaris gosong.
“Namanya juga musibah, gak ada yang tau. Lagipula, kemeja kayak gitu masa sampai disedihin, sih? Padahal masih ada pakaian lain. Lebih bagus pula. Aneh,” gumam Zahira keheranan.
Percayalah, dimarahin itu lebih baik daripada didiamin, apalagi seharian. Subhanallah, Zahira tidak bisa membayangkan hal itu terjadi pada dirinya. Gadis berbusana merah muda tersebut sedikit berdecak. Harusnya memang di sini Attarlah yang marah, tapi mengingat perlakuan Attar tidak menyenangkan, Zahira juga bisa lebih marah.
“Assalamu'alaikum.” Suara bariton khas milik Attar yang tiba-tiba melewati indra telinga, sukses membuat gadis tersebut membeku mendadak.
Belum sempat menjawab salam, Attar langsung memeluknya.
“Wallahi, maaf wahai, Hayati. Sesungguhnya aku tidak bisa mengendalikan emosional sehingga akhirnya aku memilih untuk menjaga jarak antara kita, demi mengindari mulut ini agar tidak lepas kendali lalu bernada tinggi.”
Zahira berdiri dengan keadaan memaku merasakan kedua tangan Attar melingkari pinggangnya dari belakang. Gadis itu terkesiap seperti patung saat merasakan bahwa dagu sang suami juga tengah bertengger manis di bahu kanannya.
Gejolak rasa kaget seolah meleleh cair karena cinta yang tumbuh di benak Zahira untuk Attar lebih besar. Gadis tersebut tersenyum manis sebentar, kemudian terkekeh pelan. “Apa amarahmu sudah membaik?”
“Sangat membaik setelah memelukmu.”
Spontan Zahira sedikit melonggarkan lingkaran tangan sang suami. Gadis tersebut memutarkan tubuh dan menghadap suaminya dengan sedikit mendongak. “Seberapa besar cinta kamu untuk aku?”