"𝐏𝐞𝐫𝐚𝐬𝐚𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐮𝐧𝐜𝐮𝐥 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚𝐚𝐧"
Diharapkan untuk follow sebelum membaca.
"Ayah akan menjodohkan kamu."
Tak pernah Adinda berkepikiran akan dijodohkan oleh ayahnya dengan laki-laki yang sama sekali tidak ia kenali.
Namun d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
●●●
Pagi ini Dinda sudah berada di dapur, membuat sarapan untuk Gevan dan dirinya. Walaupun ada bi Siti, tapi Dinda ingin menjadi seorang istri sesungguhnya yang mampu melayani suaminya sendiri.
Karena sangat fokus ia memasak, hingga tak menyadari ada Gevan yang mulai memeluk pinggang Dinda dari belakang dan menyimpan dagunya diatas bahu Dinda.
Dinda yang merasa terganggu, segera mengalihkan pandangannya, menatap tangan kekar yang sedang memeluk pinggangnya itu. Ia pun mematikan kompor sebentar lalu membalikkan badannya menghadap Gevan.
"Hm? Kenapa? Apa kamu merasa terganggu sayang?" ucap Gevan santai.
Dinda terdiam sejenak, lalu menjawab pertanyaan yang Gevan lontarkan padanya tadi.
"Iya, saya sangat amat merasa terganggu tuan Gevan, bisakah anda diam saja di kursi sana? Saya sedang memasak"
Gevan terkekeh kecil, lalu kembali membalas ucapan Dinda. "Bukankah ini yang selalu dilakukan seorang suami ketika istrinya memasak?"
"Tapi bagiku, itu menggelikan"
"Menggelikan? Tidak mungkin, pasti hatimu sedang berdegup kencang saat ini"
"Udah sana-sana duduk" ucap Dinda sembari mendorong tubuh Gevan mendekati meja makan.
"Diam disini, dan jangan ganggu aku lagi"
"Hahaha, oke my wife"
Dinda sedikit melebarkan matanya saat mendengar kata "my wife" yang terlontar dari bibir tebal Gevan, namun ia berusaha tenang dan kembali memasak.
"Cantik sekali istriku ini, beruntungnya saya bisa memilikimu seutuhnya, bagaimana denganmu sayang? apakah kamu juga beruntung memiliki saya?" ucap Gevan menggoda Dinda yang sedang fokus memasak.
"Tutup mulut bentaran doang bisa ngga si Gevan? aku jadi ngga fokus masak, mau makanannya ini asin dan jadi kurang enak?"
"Mau seasin apapun, sekurang enak apapun, tetap bakal saya makan.. kenapa? karna saya menghargai kamu sebagai istri saya yang sudah susah payah memasak"
Dinda diam-diam tersenyum mendengarnya, sembari menyajikan masakannya ke piring dan menyimpannya diatas meja makan.
"Kamu santai banget, engga ngantor?" tanya Dinda.
"Saya ambil cuti"
"Kenapa gitu? kan kamu belum dapet sekretaris lagi, nanti capek kerjain semuanya"