Block Leave

43 4 0
                                    


"Senin depan aku cuti." Sukir membuka obrolan dengan Karin di sela menyantap Nasi rames sebagai menu sarapan.
"Bercanda aja kamu."
"Siapa yang bercanda?"
"Serius kamu cuti?"
"Kenapa? Merasa kehilangan, ya?" goda Sukir.
"Berapa hari?" Karin tak menggubris pertanyaan Sukir dan kembali bertanya.
"Aku block leave. Lima hari," jawab Sukir. Block leave adalah salah satu istilah dalam cuti yang wajib diambil oleh bankir. Block leave diberlakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraud[1]. Block leave ini juga merupakan bagian dari pengendalian dan pemantauan manajemen resiko, khususnya internal fraud. Dengan block leave, maka tugas-tugas rutin Sukir dialihkan sementara kepada Agnes.
"Selama seminggu, kamu nanti ngapain aja?"
"Sebentar ... Aku kok seperti sedang diinterogasi, ya? Kamu udah kayak Mba Riri dan Mba Wida."
"Oh ... Nggak kok." Karin seperti tersadar. Pertanyaan yang ia layangkan cukup banyak dan tak menjawab pertanyaan Sukir.
"Asyik dong bebas dari pekerjaan kantor selama seminggu?" Karin seperti coba memecah keheningan sesaat.
"Iya, tapi itu sama aja menumpuk pekerjaan setelah cuti."
"Kan, ada yang gantiin untuk pegang kerjaan kamu."
"Iya, sih."
"Rencana mau ngapain?"
"Aku mau trip, beberapa kota di Jawa Tengah dan Timur."
"Menemui Namira?"
"Tolonglah." Sukir memelas, Karin mulai berani dan beberapa kali menyinggung hal pribadi. Semenjak ia tahu riwayat Sukir yang gagal dalam pernikahan dan beberapa luka, ia jadi semakin sering menyentil masa lalu Sukir. Entah apa maksudnya.
"Udah dua tahun Mas ... Du-a ta-hun." Karin menegaskan dengan mengacungkan dua jari berbentuk V, tepat di depan wajah Sukir.
"Kar." Sukir lebih memelas lagi, sepertinya ia semakin terlihat menyedihkan.
"Hehe ... Oke. Maaf." Karin mohon ampun.
"Mau ikut, nggak?" Sukir melemparkan tawaran.
"Kamu itu butuh menenangkan pikiran. Refreshing. Bukan ajak orang lain yang akan memperkeruh suasana."
"Ya, tapi iseng juga sendirian."
"Jadi, intinya kamu ajak aku kencan lintas provinsi, nih?"
"Bukan kencan. Traveling."
"Aku nggak bisa ambil cuti mendadak."
"Yaaah ... Nggak asyik, ah."
"Ya, kalo aku ikut kamu, pulang traveling bisa di rumah saja, nggak masuk kantor lagi. Di-ru-mah-kan," penegasan Karin dengan melambatkan tempo pada kata terakhir.
"Tapi sebenarnya kamu mau?" Sukir ingin jawaban yang pasti.
"Mmm ... Nggak juga, sih."
Jawaban di luar ekspektasi Sukir. Ia memasang wajah manyun.
"Jelek tau, manyun-manyun gitu." Karin merespon gestur Sukir.
"Jelek juga teman sendiri."
"Oh." respon Karin kemudian datar.
"Udah, ah, aku mau ke kantor. Harus selesaikan pekerjaan dari pagi sebelum cuti. Nggak asik banget cuti tapi bawa pekerjaan. Aku balik dulu, ya. Daaah." Sukir pamit dan melamabaikan tangan.
"Daaah juga," balas Karin.

* * *

Di Kubikel, Sukir sudah sibuk googling tiket kereta api. Untuk hari biasa, kursi masih banyak tersedia. Mulai dari kelas ekonomi hingga eksekutif.
HP bergetar, WA masuk.

Karin : [Aku iseng ajukan cuti, dan ... tarrrraaaa...]

Chat dari Karin dan terlampir juga foto form cuti yang telah mendapatkan approval.

Sukir : [So?]
Karin : [So, what?]
Sukir : [Ada acara apa, tiba-tiba cuti?]
Karin : [Peka sedikit kenapa, sih!]
Sukir : [Apaan, sih?]

Chat Sukir hanya dibaca, tidak dibalas.

Sukir : [Hai.]

Sukir coba chat lagi dengan menyapa. Tak mendapatkan respon juga.

Sukir : [Duuuh ... Yang bete ... Mau ikut aku, nggak?]

Belum ada respon.

Sukir : [Tawaran terakhir. Mau ikut atau tidak? Lima menit nggak dibalas, berarti jawabannya tidak.]
Karin : [MAUUUUUUU ...]
Sukir : [Respon yang cepat. Hahaha ...]
Karin : [Malah ketawa. ]
Sukir : [Kamu lucu. ternyata gampang ngambek, ya?]
Karin : [Huft]
Sukir : [Iya, maaf. Kalo mau ikut, syaratnya nggak boleh ngeluh, nggak banyak tanya, dan percaya sama aku tentang perjalanan kita]
Karin : [Siap Bos. Eh, Tapi nggak culik aku, kan?]
Sukir : [Ikut sama aku seminggu tinggalkan rumah, apa itu bukan penculikan?]
Karin : [Aku yang mau diculik sama kamu.]
Sukir : [Ahhay ... Satu lagi.]
Karin: [Apa?]
Sukir : [Bawa barang-barang dan baju secukupnya. Satu ransel, deal?]
Karin : [Satu minggu, satu ransel? Nggak boleh koper?]
Sukir : [Deal or no deal?]
Karin Agak lama merespon.
Karin : [Deal deh.]
Sukir : [Nggak pakai, 'deh'.]

Sukir Bankir Getir! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang