Sukir berhasil melarikan diri dari jeratan bareskrim bank Sarap sore itu. Ia mengendap-endap untuk keluar ruangan ketika Riri dan Wida disibukkan dengan persiapan dokumen akad kredit untuk keesokan harinya. Di hari berikutnya, Sukir juga lolos dari dua rekan kerjanya itu. Ketika dalam posisi terdesak, Bu manda memanggilnya untuk ke ruangan beliau.
"Kali ini aman, lo," ujar Riri saat itu.
Riri berkata seperti itu karena ia paham betul, setelah dari ruangan Bu Manda, Sukir pasti mendapatkan tugas urgent dan harus selesai hari itu juga. Tak mungkin menginterogasinya pada saat mendapat tugas dari Madam.
Hingga di hari Jumat, Sukir sudah tak bisa lagi menghindar. Riri dan Wida menunggunya selepas sholat Jumat. Ini kesempatan mereka menanyakan kejelasan hubungan Sukir dan Karin pasca liburan bersama, juga mencari jawaban atas informasi yang Sukir sampaikan saat meeting, mengenai Karin yang sudah pindah ke Yogyakarta.
"Addduuuhhh ...." Reaksi Sukir ketika selesai sholat Jumat dan baru masuk ke dalam ruangan.
"Sini, lo." Riri bersuara agak keras ketika melihat Sukir mau berbalik badan.
"Mendingan lo cari aman, Kir." Wida memberi saran yang menjadi opsi terbaik, sambil menarik kursi dan mempersilakan Sukir untuk duduk.
Mulailah Sukir menceritakan segala yang terjadi dari perjalanannya dengan Karin. Mulai berangkat dari Jakarta, singgah di Tegal lalu bermalam di Semarang, bertukar cerita di Candi Gedong Songo, lalu bertemu dengan mantan mertuanya. Puncaknya, menceritakan Karin yang tiba-tiba mendapat tugas ke Yogyakarta, padahal saat itu sedang cuti.
"Terus, lo nganterin dia ke Jogja?" tanya Riri.
"Nggak." Sukir sambil menggelengkan pelan kepalanya.
"Kenapa?"
"Ri, lo nggak inget masa lalu dia di Jogja?" Wida memastikan pada Riri untuk mengingat kembali cerita yang pernah disampaikan Sukir tentang lukanya di Yogyakarta.
"Hhhh ...." Riri menghela nafas. Sudah lebih dari dua tahun terlewati namun Sukir masih saja menjaga luka itu.
"Kir, apa lo nggak menyadari, adanya Karin untuk menyembuhkan luka lama lo?" Riri coba menasehati Sukir. Si 'adik' ini memang masih memerlukan bimbingan Riri.
Sukir bingung dengan pertanyaan Riri.
"Siapa yang mengira ternyata jalannya lo dengan Karin, bisa membuat lo membiasakan diri dengan Jogja? Pas banget Karin ditugaskan di sana," lanjut Riri.
"Tapi saya nggak bisa, Mbak."
"Bukannya nggak bisa, lo aja yang takut." Riri menyangkal ucapan Sukir.
"Kir, bukankah dengan lo nggak mau ke Jogja, Karin akan beranggapan kalau lo belum move on dari masa lalu? Dan itu bisa membuat dia ragu sama lo," timpal Wida.
Sukir berpikir. Mungkinkah yang dikatakan Wida, benar? Ia merasa sudah move on dari masa lalu. Hanya saja, luka di Yogyakarta tak mudah begitu saja dilupakan.
"Kalau lo mau serius sama Karin, ceritain semuanya. Jangan ada yang ditutupi. Kalo seperti sekarang, kan, jadi salah tangkap semuanya." Wida melanjutkan penjelasannya.
"Datangi dia. Temui dan ceritain semuanya, Kir," saran Riri.
"Nggak bisa, Mbak." Sukir menolak saran itu.
"Cepat atau lambat juga, lo akan ke Jogja juga. Ketemu dia atau nggak, tetap lo akan mampir ke sana." Wida ingat, bank Sarap akan mengadakan Gathering ke Yogyakarta.
"Saya nggak mau ikutan gatheting." Sukir tahu yang dimaksud Wida.
"Nggak. Lo harus ikut. Apapun alasan lo. Gue bakal bilang Madam, lo wajib ikut," Riri memaksa Sukir agar ikut acara kantor.
"Gue aja yang lagi hamil besar gini ikut." Wida menunjuk perutnya yang sudah membesar.
"Telepon Karin. Ceritain semua, Kir. Video call juga bisa. Atau kalo memang lo sepengecut itu, minimal WA dia. Nggak usah lo pikirkan reaksi atau tanggapan dia seperti apa. Setidaknya, lo udah cetita semuanya, dan pasti lo sedikit lega." Riri kembali memberi saran.
"Kalau telepon atau WA bikin lo cemas dengan menanti reaksi dia secara langsung, baiknya lo email aja. Kalo email kan lo nggak bisa tau, dia udah tetima apa belum, udah baca apa belum. Daripada telepon, lo jadi merasa seperti nunggu reaksi dari Karin." Wida memberikan opsi saran lain.
"Nanti deh, Mbak, saya pikirin lagi. Belum bisa mikir apa-apa." Sukir memang tak tahu apa yang mesti ia lakukan. Bagaimana ia menceritakan masa lalu itu ke Karin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sukir Bankir Getir! (Tamat)
Fiction généraleKisah karyawan Bank bernama Surendra Kiran, atau biasa dipanggil Sukir, yang selalu saja menghadapi kenyataan yang getir, mulai dari karir, percintaan, hingga rumah tangga. Sudah dua tahun ia menduda dan mulai coba membuka hatinya kepada orang baru...