Sukir mendapatkan tugas pertama perjalanan dinas di posisinya yang baru saat ini. Ia ditugaskan Madam dan Davina untuk melihat secara langsung serah terima dokumen Jaminan di cabang Malang. Sebelumnya, Davina mendapat informasi dari Area Manager Wilayah Jawa Timur, Admin Custody cabang tersebut akan resign dan belum ada pengganti, sehingga petugas bank dari cabang Surabaya sementara untuk back up. Hal tersebut juga dikarenakan cabang Malang belum terlalu banyak debitur.
Sukir akan ditemani Okta dalam perjalanan dinas pertamanya. Mereka ditugaskan selama dua hari di Malang, hari Kamis dan Jumat. Berangkat di Rabu Sore dan kembali ke Jakarta pada hari Sabtu pagi. Namun sepertinya Madam paham sekali kesenangan Sukir akan traveling, sehingga memberikan jatah kepulangan dengan penerbangan Minggu sore. Sebenarnya itu tidak diinginkan oleh Davina, namun, Madam yang memutuskan semuanya.
"Tiket dan voucher hotel sudah aku cetak ya, Mas." Okta menunjukkan print out tiket mereka dan juga voucher hotel yang dikirim HRD.
Sukir sebenarnya tak terlalu memusingkan itu. Semuanya cukup dengan buka e-mail dari ponsel, ssmua ada di sana.
"Oh iya, Mas, aku juga sudah menghubungi branch manager cabang Malang untuk menjemput kita di Bandara. Estimasi tiba di Malang sekitar jam lima kurang seperempat."
"Nggak usah sampai merepotkan orang cabang kalau bisa, Ta. Kita bisa naik taksi online atau konvensional yang ada di Bandara."
"Nggak apa-apa, Mas. Aku sudah dipesankan Bu Manda juga untuk menghubungi orang cabang sebelum berangkat."
Sukir hanya mengangguk. Begitu gesit dan sigapnya Okta untuk persiapan dan juga meng-handle perjalan dinas ini.
"Info terakhir, nanti RO-nya yang akan jemput kita, Mas. Namanya Mbak Levia," lanjut Okta.
Sebelum berangkat tadi, Sukir sudah diwanti-wanti oleh Riri dan Wida agar tidak mencari kesempatan dalam kesempitan, apalagi dengan Okta. Sementara Agnes, dengan polosnya menggoda Sukir dan Okta. Mereka terlalu khawatir, padahal Okta pun sudah punya pacar.
"Ingat ya, Kir, ini perjalanan dinas, bukan liburan." Riri berpesan saat Sukir mengecek beberapa dokumen yang perlu dibawa.
"Dan pergi sama anak orang. Nggak usah macam-macam. Okta udah punya pacar dan masih polos. Jangan dirusak sama yang nggak-nggak. Duh, anak perawan jalan sama duda, lagi," timpal Wida, ada perasaan agak khawatir.
"Mbak-mbak, tolonglah berhenti suudzon kepada saya. Kasih penilaian yang bagus satu aja dari diri saya, Mbak."
"Cie ... Mas Sukir sama Okta jalan-jalan." Agnes ikut-ikutan, yang langsung mendapatkan tatapan tajam penuh intimidasi dari Riri dan Wida."Kok aku yang dilihatin? Yang jalan sama Mas Sukir, kan, Okta." Agnes menunjuk ke arah Okta yang sedang berdiri di dekat mesin fotokopi.
"Nggak usah macam-macam, Nes." Riri memberi peringatan keras yang dibalas dengan lambaian kedua tangannya tanda menyerah.
***
Sukir berada di seat tengah, sementara Okta di dekat jendela, karena ia meminta sendiri untuk duduk di posisi tersebut. Mereka sudah berada di dalam pesawat yang akan mengantarkan mereka ke Malang.
Pesawat sudah berada di ketinggian 35.000 kaki dari permukaan bumi. Okta sudah terbenam dalam lelapnya dengan earphone yang tergantung di kedua telinganya serta bantal leher yang melingkar. Sementara Sukir, yang baru pertama kalinya naik pesawat, bingung harus melakukan aktivitas seperti apa. Melihat ke arah jendela sedikit terhalang oleh wajah Okta. Sukir gagal fokus. Ia malah memandangi wajah Okta.
"Manis."
Karena tidak jelas mau apa, Sukir akhirnya memilih untuk membaca majalah yang disediakan oleh maskapai. Sekalipun ia tidak begitu paham karena bahasa yang digunakan pada majalah terserbut adalah bahasa Inggris. Lemahnya Sukir dalam bahasa asing sudah menjadi cerita umum di kantor. Sukir akhirnya hanya memperhatikan gambar dan foto-foto saja, sebagai sarana membunuh waktu penerbangan yang memakan waktu sekitar lima puluh lima menit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sukir Bankir Getir! (Tamat)
Aktuelle LiteraturKisah karyawan Bank bernama Surendra Kiran, atau biasa dipanggil Sukir, yang selalu saja menghadapi kenyataan yang getir, mulai dari karir, percintaan, hingga rumah tangga. Sudah dua tahun ia menduda dan mulai coba membuka hatinya kepada orang baru...