18 | tunangan?

1K 85 0
                                    

Zea buru-buru turun dari mobil dan berlari menghampiri Lia yang sedang menyiram tanaman.

"Aku pulang Oma" ucap Zea, meraih tangan Lia dan menciumnya, lalu Zea langsung berlari menaiki tangga.

Tidak lama Bian juga datang, dan menyalami bunda nya, "loh, tumben gak gandengan kayak kemaren, lagi marahan yaa?" goda Lia pada putranya.

"Kenapa sih kusut banget mukanya?"

"Gak apa-apa, Bun. Aku masuk dulu yaa" pamitnya seraya mencium singkat pipi Bunda nya. Dia harus segera menelpon Zidan, karna temannya itulah yang menyarankan untuk membaca kamus perempuan. Bahkan tak tanggung-tanggung Bian sampai sengaja menghafalnya.

"Jangan lupa ajak Zea makan!" teriak Bundanya.

"Iya!"

Bian merebahkan badannya dikasur berlapis seprai bergambar Boboiboy kartu kesayangannya, lalu mendial nomer Zidan.

Tut Tut Tut.

Terhubung tapi tidak diangkat. Bian kembali menyambungkan telponnya, kali ini diangkat tanpa menunggu lama.

"Halo, Bi. Makasih ya udah nelpon gue, jadinya gue punya alasan buat bisa pulang cepet, gue tadi bilang nya emak gue yang telpon ja-"

"Bacot!" potong Bian kesal. Terdengar suara tawa disebrang sana.

"Kenapa sih, ma men. Yo kenapa Yo"

"Gara-gara saran lo pacar gue jadi marah sama gue!" dengus Bian langsung pada intinya. Sengaja tak menyebut nama, karna temannya itu hanya tahu dia memiliki pacar tanpa tahu siapa namanya, apalagi orangnya.

"Emang nya lo ikutin yang mana?"

"Point 3."

Tak terdengar suara Zidan, mungkin teman gesrek nya itu sedang mengecek tangkapan layarnya di galeri hp nya dan melihat point yang baru saja disebutkan oleh Bian.

"Bhahahaaa bego!" Zidan tertawa disebrang telpon, jenis tawa yang habis-habisan. Sepertinya sengaja agar Bian bertambah kesal.

"Berisik. Ketawa lo gak esthetic."

"Hadeh, ternyata pangeran es kampus bego kalau soal perempuan. Pasti Lo langsung beli kan??" Tuduhnya dengan perasaan yakin.

"Hmm" gumam Bian malas.

"Jiaaaakhh salah pemahaman ternyata. Gak semua marah-marah lo artiin lagi dapet"

Bian berdecak, "Bahasa lo udah kaya cewek ya"

"Terus gue harus bilang mens gitu? Hihii geli gue kalo ngomong begitu sama sesama terong."

Tut.

Bian langsung mematikan telponnya sepihak. Bercerita dengan teman somplaknya bukannya membuat dia lega mendapat jalan keluar malah dibuat tambah pusing.

***

Zea sedang duduk dikursi dapur. Keadaannya tengah malam, tapi tak membuat gadis itu takut. Padahal dulu  dirinya sempat didatangi arwah mendiang mantannya Bian.

Wajahnya ditekuk karna mengingat ucapan mamanya tadi ditelpon yang mengatakan akan mengajukan tanggal pertunangan. Terpaksa besok ia harus pergi untuk mencari cincin tunangan sesuai titah ibunda ratu agung.

Zea menegakan punggungnya. Matanya menangkap Bian yang baru akan memasuki dapur tapi terlihat putar balik ketika mata mereka bertemu.

"Kesini mah kesini aja kali. Masih aja canggung" kekeh Zea memecah keheningan. Bian menghentikan langkahnya dan berbalik seraya menyengir. Ughh terlalu tampan untuk ukuran baru bangun tidur.

My Love Story With UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang