Happy reading 😍
Zea termenung di dalam kamarnya. Semua alat komunikasi telah dirampas oleh orang tuanya. Bahkan mereka marah ketika mendengar berita bahwa putrinya berpacaran dengan adik mereka sendiri dan semakin marah ketika Lia menceritakan kejadian saat dirinya tertangkap basah waktu itu.
Ketika sibuk dengan pikirannya, Zea tersentak saat tangannya tiba-tiba ada yang menggenggam. Ia menoleh dan mendapati laki-laki itu tengah tersenyum lembut ke arahnya.
"Kalau boleh memilih, saya bakal pilih kamu bahagia sama pilihan kamu. Tapi sayangnya saya gak bisa, hati saya sudah terpaku sama kamu. Jadi, izinkan saya egois untuk hal ini. Mari kita cari bahagianya sama-sama, jangan sedih terus." Raga mendekap tubuh kecil Zea, mengusap punggungnya pelan.
Respon Zea hanya diam tanpa memberontak apalagi membalas.
Sejujurnya Zea juga menyayangi Raga, tapi hanya sayang sebatas adik pada kakaknya, "maafin Zea ya, kak. Dari kemarin Zea jahat banget, ya sama kak Raga?" Zea menyadari kalau tingkahnya terlalu berlebihan. Ia selalu membentak, mendorong Raga bahkan berkali-kali menyerukan kata benci.
"Harusnya Zea gak usah kasar gitu, kan? Zea gak mau renggang sama Kak Raga, tapi Zea juga gak mau kalau harus nikah sama orang yang udah Zea anggap sebagai kakak sendiri."
Raga tersenyum memaklumi.
"udah gak usah murung. Mama punya kejutan nih buat kamu." suara Mila membuat Zea terkejut dan otomatis menguarkan pelukan.
"I'm coming bestiee! What you kangen urang?!" Seseorang masuk dengan teriakan hebohnya, mata Zea berbinar lalu cepat-cepat beranjak.
"Rara! Aaaa kangen!" Mereka berpelukan seraya loncat-locat kegirangan. Maklum sudah beberapa hari tidak bertemu.
"Ya ampun Zea! Lo kurusan ya sekarang?! Baru beberapa hari gak gue kasih asupan seblak aja langsung cungkring. Harus nyeblak lagi ini mah kita. Hayuk ah gaskeuun!" Rara menarik tangan Zea, membuat gadis itu hampir oleng, lalu sedetik kemudian Zea ikut menarik Rara, menggeplak lengan temannya itu gemas.
"Lo baru dateng Randa!"
Rara cemberut karna namanya diganti asal lagi oleh Zea.
"Gue gak mau lagi ya denger lo manggil gue Randa, Ya kali gue masih perawan bin ting-tung gini di panggil janda!"
Zea mengatupkan mulutnya, ingin rasanya mengakak melihat temannya itu memelototi nya tajam, "hehee, tau artinya dari mana?"
"Sebelum gue kesini gue serching dulu kali di google. Sedikit-sedikit ngafalin juga, sih. Siapa tau ada aa Sunda yang kecantol sama gue" kekehnya centil seraya mengibaskan rambutnya ke belakang. Mereka saat ini sudah duduk di balkon.
Raga tadi langsung pamit karna mendapatkan panggilan dari kantornya. Pekerjaan laki-laki itu tidak hanya menjadi dosen tapi juga sekaligus pengusaha muda. Sedangkan Mila juga tadi buru-buru pergi karna harus menangani urusan pendekoran.
"Disini sejuk ya, Ze." Rara menutup matanya, tampak menikmati suasana.
"Huum" angguk Zea ikut memejamkan mata.
"Ra, gue mau curhat. Tapi lo jangan kaget, ya janji?"
Rara mendengus, "gue denger lo mau tunangan sama pak dosen ganteng aja udah bikin gue senam jantung tau, Ze. Tapi gak apa-apa sok aja, selama jantung gue masih nemplok ditempatnya mh gak apa-apa gue selow."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Story With Uncle
HumorCinta tak harus memiliki? Omong kosong. Nyatanya hati kecilmu menginginkan untuk bisa memilikinya. Itulah yang dirasakan Zea Fahreya, gadis yang terjebak dengan perasaan cinta yang salah terhadap Omnya. Lalu, bagaimana ketika takdir mempersatukan me...