Lelah pun terasa menyenangkan bagi Bian jika itu menyangkut hobinya. Namun kali ini tak secuil pun menduga jika hobi yang sempat di tekuri sembunyi-sembunyi karna trauma masa kecil, sekarang malah di tonton kembali oleh ratusan tamu yang hadir.
Jarinya lincah menari diatas tombol nada, membuat pendengar turut hanyut dalam permainan pianonya.
Pertunjukan musik kali ini di dampingi langsung oleh dosen muda yang waktu lalu sempat cuti karna ada urusan di luar negeri. Tadinya begitu, tapi netra Bian langsung kehilangan jejaknya sesaat tahu jika acara kali ini tidak sembarang orang bisa memasuki. Hanya yang memiliki tiket yang bisa masuk, padahal Dosen itu memiliki izin hormat dari pemilik acara.
Kebingungan Bian tidak berlangsung lama karna setelahnya ponselnya berbunyi, menandakan pesan masuk dari Zea. Ternyata Dosennya keluar untuk menemani Zea yang katanya tidak bisa masuk. Mereka melipir ke kafe yang letaknya tidak jauh dari gedung -tempat diselenggarakannya acara.
***
Suasana di kafe terlihat ramai, tapi Zea malah terkulai tak berdaya dengan kepala yang dijatuhkan ke meja. Tak lama Raga datang membuat gadis itu kembali ceria seperti semula.
"Kak Raga! Kapan balik? Kok gak bilang-bilang."
Lelaki itu tersenyum seraya menarik kursi untuk duduk di depan Zea, "kemarin malam."
Ya, Raga akhirnya kembali lagi ke Indonesia. Kali ini membawa niat lain selain menjadi dosen di salah satu universitas tempat Zea kuliah. Ia berniat menyelidiki sesuatu fakta yang sempat ia dengar waktu lalu.
Mata Zea tak sengaja jatuh pada jari Raga. Binar di matanya sangat indah terlihat, "udah tunangan aja. Selamat ya! Akhirnya cewek Kakak bangun dari koma." Zea terlihat antusias mengetahui kabar baik ini. Tidak bertahan lama karna detik ini juga gadis itu mengernyit bingung kala melihat Raga menggeleng seraya tersenyum sendu.
"Bahkan kita udah menikah." papar Raga, yang nampak sangat mengejutkan bagi Zea.
"Hilih Dosen. sa ae bodornya." Zea tergelak, ya kali kemarin tunangan langsung nikah pikir gadis itu. Terus ekspresi apa itu, heh! Harusnya seneng dong bukan lemas.
Raga mendengkus, "yaudah gak jadi cerita. Percuma saya, baru aja mau mulai udah di ledekin."
"Uluuuh udah gede masih merajuuuk." ledek Zea. mulai menghentikan tawanya karna melihat wajah datar itu serasa akan menggoroknya. Kan Zea jadi ngeri yak, jangan-jangan dosen itu sykopet.
"Bilang dong kalo mau curcol, biar akunya ancang-ancang dulu pesen makanan. Curhat sama aku gak gratis loh."
Raga tak paham dengan dirinya, kenapa juga harus curhat dengan anak kecil di depannya. Melihat senyuman penuh tipu rayu, akhirnya dosen 26 tahun itu ikut tersenyum geli. "Yaudah sana pesen, emang dari tadi juga niatnya mau jajanin kamu."
Zea bersorak senang, langsung saja ia memesan banyak makanan disana. Berhubung kafe ini memang menunya bukan makanan berat jadi gaskeun Zea pesan sebanyak yang ia bisa masukan perut. Mumpung di traktir.
"Jadi asal usul tiba-tiba nikah pas umur 15 tahun itu kenapa?" tanya Zea setelah mendengar cerita, tangannya mencomot kentang goreng lalu menyuapkannya pada Raga.
"Jangan-jangan..." tatapan gadis itu penuh intimidasi. Membuat lelaki dengan kemeja biru muda itu melotot dan menggelengkan kepalanyanya.
"Bukan seperti apa yang kamu pikirin Zea."
"Emang aku mikirin apa, Kak?" rautnya sengaja di buat sepolos mungkin, kesannya biar imut, tapi ngarep banget.
"Intinya bukan seperti apa yang otak sok polos kamu pikir," sebelum melanjutkan Raga terkekeh melihat Zea yang memberenggut, "dulu gadis itu saya selamatin dan kamu tau nggak? Masa gadis 9 tahun minta saya nikahin. katanya saya pangeran dari cerita putri salju yang harus jadi jodohnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Story With Uncle
HumorCinta tak harus memiliki? Omong kosong. Nyatanya hati kecilmu menginginkan untuk bisa memilikinya. Itulah yang dirasakan Zea Fahreya, gadis yang terjebak dengan perasaan cinta yang salah terhadap Omnya. Lalu, bagaimana ketika takdir mempersatukan me...