Diperjalanan pulang selepas memilih cincin, Zea hanya terdiam saja, dan Raga sangat benci jika melihat gadis itu bersedih.
"Kenapa murung? Gak seneng ya mau tunangan?" tanya Raga.
Zea menoleh, "kak? Kok kakak mau sih dijodohin?" bukannya menjawab Zea malah ikut bertanya.
"Dijodohin? Siapa yang dijodohin?" Raga terlihat bingung.
"Kakak sama Zea, kan?"
"Eh kata siapa. Bukan Kakak yang mau dijodohin sama Zea. Kakak cuman disuruh nganter aja, berhubung yang punya tokonya tadi tante kakak jadinya mama kamu nyuruh kakak."
Zea tercengang beberapa saat. Jika bukan Raga lantas siapa?
"Kamu percaya?" tanya Raga. "Jangan percaya, barusan Kakak bohong" Raga menguarkan tawanya.
"Jadi yang bener yang mana ishh!" pekik Zea geram. Merasa dipermainkan dengan dosen sekaligus teman masa kecilnya. Lihatlah, bahkan Raga sudah tertawa lepas. Dikira lucu apa? Zea kan jadi kesal. Untung ganteng.
Setelah tawanya reda, Raga menjawab, "kita emang dijodohin. Dan kenapa kakak mau, soalnya iseng aja"
iseng katanya! Raga pikir hubungan seserius itu pantas untuk dijadikan permainan? Nyatanya pernyataan laki-laki itu sangat menggores hati Zea.
Melihat wajah Zea tertekuk membuat Raga merasa bersalah. Padahal dia tidak benar-benar dengan ucapannya, raga hanya senang menggoda gadis itu. Mana tega ia meng-isengi perempuan. Karna menurutnya jika dia menyakiti perempuan sama saja dengan menyakiti ibunya.
"Enggak kok. Kakak kan emang udah lama sayang sama Zea, malah dari jaman kamu masih ingusan kayaknya."
Zea sedikit merasa lega, setidaknya calonnya ini menyayangi dirinya. Sekarang yang bisa Zea lakukan hanya pasrah. Jika memang Bian bukanlah jodohnya, Zea harus apa? Dan lagi tembok yang membentengi keduanya terlalu sulit untuk dihancurkan. Didalam darah mereka mengalir darah yang sama karna masih satu keluarga.
***
Bian mengaduk kopinya dengan termenung. Dari malam tadi pikirannya sudah berkecamuk. Ternyata ucapan Bundanya benar. Hari ini Zea akan dijemput untuk mencari cincin tunangan.
Memang ia sudah memprediksikan ini dari awal. Ajakannya tempo lalu yang dengan berani nya menjadikan Zea pacarnya memang terlalu nekat menurutnya. Namun, apakah salah jika dia ingin bersama Zea sebelum gadis itu benar-benar lepas darinya. Setidaknya jika itu terjadi, Bian tidak akan tersiksa karna menyimpan perasaannya tanpa pernah bisa mengungkapkan nya.
Dan betapa senang ketika mengetahui gadis itu juga sama menyukainya. Rasanya ia berharap keajaiban datang agar ia bisa memiliki gadis itu tanpa perasaan bersalah seperti ini.
Semesta selalu sebercanda ini kah? Membiarkan rasa itu tumbuh dihatinya sampai berlarut-larut, tapi tanpa mengizinkannya untuk memilikinya.
"Cihhh, asin! Perasaan tadi ngambilnya gula" ucapnya setelah menyeruput kopi buatannya sendiri.
Bian lalu menghampiri Bundanya yang tengah asik menonton televisi, "kok kopinya asin ya Bun?"
"Ya mana Bunda tahu, kok tanya Bunda. Emang kamu masukin apa tadi?" ujar Lia terlihat santai sembari memindahkan siaran televisi.
"Ya aku ngambilnya gula, Bun. Orang ditoples juga tulisannya gula."
"Ohh ituu.. bunda sengaja nuker toplesnya sama garam. Sengaja mau ngetes IQ kalian, bisa gak bedain gula sama garam tanpa harus terkecoh sama toplesnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Story With Uncle
HumorCinta tak harus memiliki? Omong kosong. Nyatanya hati kecilmu menginginkan untuk bisa memilikinya. Itulah yang dirasakan Zea Fahreya, gadis yang terjebak dengan perasaan cinta yang salah terhadap Omnya. Lalu, bagaimana ketika takdir mempersatukan me...