45 | matahari pagi

1.6K 75 15
                                    

Pintu ruang rawat Bian terkuak dengan dramatis, disusul oleh munculnya seorang pria yang wajahnya layak parah untuk dijadikan ajang cuci mata ciwi-ciwi. Di belakang orang itu terdapat dua body guard, tapi langsung di suruh untuk mengikutinya sampai depan pintu saja.

"Mas Gala!" Zea tersentak kaget.

Bian, apalagi. Dia bahkan lebih tercekat tatkala mendengar Zea memanggil orang itu dengan embel-embel Mas.

"Kamu sakit, Zea?!" Gala fokus menghampiri Zea yang berada di sofa ruang rawat, tanpa mempedulikan raut bingung gadis itu. Mungkin karna terlalu kalut sehingga Bian yang ngejogrog menatap dongkol juga tidak ia sadari, "Mana yang sakit?"

Mendengar batuk tersengaja yang menandakan ada orang lain juga di ruangan ini, Gala kontan menolah pada asal suara, "kenapa malah lo yang rebahan di situ?" lalu kembali berpaling pada Zea, "harusnya kan kamu."

Zea menatap Gala lelah, lalu berseru garang, "tapi yang sakit emang dia! Bukan saya!"

Gala menaikan alisnya, "ohh." ujarnya langsung duduk di sofa tanpa merasa apa yang ia lakukan barusan salah.

"Udah lama ga ketemu, Boy. Sakit, lo?" sapa Gala pada Bian yang nampak bt. terbukti karna dari tadi ia hanya diam saja.

"Kapan balik ke indo?" Bian balik bertanya, karna percuma menjawab pertanyaan Gala. Sudah tahu dia sedang berbaring dengan tangan terinfus. Apalagi kalau bukan sakit? Jelas dia tidak mungkin sengaja nyobain kasur buat di beli kan?

"Udah lama, sih."

Otak Zea yang dari dasarnya kadang encer kadang lemot mulai menyadari sesuatu, "kalian udah pada kenal?"

"Dia masih sodara kita. Neneknya itu kakak, Oma. Tapi tuh orang emang tinggalnya di luar negri." jelas Bian.

"WOAH! TERNYATA DUNIA GA SELEBAR DAUN PALANING YAGESYA!" Zea takjub, tapi tidak heran jika ia baru mengetahui hal ini sekarang karna seperti apa kata Bian, Gala aslinya menetap di luar negri dan Mama-Papanya pun terlihat akrab dengan Gala sewaktu mau menjemputnya pulang seminggu yang lalu.

"Kapan mau ngopi ke rumah?" tanya Gala santai.

"Ya hayuk, tapi rumah lo yang mana, nih?" jawab Bian.

Gadis berlesung itu berseru girang"Kalo gitu kita sekarang aja kesananya, ya?! Sekalian mau ngambil baju-baju saya. Kan sayang, brended semua yang di beliin Mas Gala, tuh. Lagipula Om Bian udah bisa langsung pulang, kan cuman kecapekan,"

Bian tercekat mendengar penuturan Zea, "jadi lo selama ini tidur di rumah Bang Gala?!"

"Hehe."

Oke, sudah ia putuskan acara kabur-kaburan akan diakhiri sampai disini saja. Malu kalau kabur lagi.

Sudah ketahuan soalnya.

***

Setelah Zea di bawa pulang oleh Bian, rasanya rumahnya terasa sepi. Tidak ada yang bisa ia jahili setiap waktu, juga tidak ada yang merecokinya bekerja dengan bisingnya musik zumba.

Tidak hanya Gala yang merasa begitu, mbak-mbak pun merasakannya juga. Keceriaan Zea di rumah itu dan karna sikapnya yang tidak memandang rendah membuat mereka sedih serta merasa kehilangan.

Gala memasuki kamar Zea hanya untuk mengenangnya. Mungkin terkesan lebay, tapi bagaimana ya ketika sudah terbiasa bersama lalu tiba-tiba tidak ada. Dia terduduk di meja rias, menatap sekeliling. mengernyit ketika pandangannya jatuh pada sebuah kotak yang dulu pernah dibawa gadis itu.

Ketika dibuka, ia tercekat dan langsung menghubungi seseorang, "lo kesini sekarang. Ini tentang istri lo."

***

My Love Story With UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang