Matahari belum beranjak untuk naik dan menularkan hangatnya, sinarnya masih menyembul malu-malu. Daun saja masih berembun dan memantulkan sinar kala cahaya mentari menyapanya. Mungkin ini saat yang tepat untuk sarapan bagi sebagian orang. Ya, bisa terbilang ada dua kubu ketika pagi hari.
Kubu pertama, ditujukan untuk mereka yang tidak biasa melakukan rutinitas sarapan, cenderung akan merasa mual ketika di lakoni.
Kubu kedua, dimiliki oleh orang-orang yang agaknya menjadikan sarapan sebagai kewajiban. Entah itu untuk menjaganya dari magh yang bisa saja menyerang atau karna memang untuk sebagian orang pagi hari itu waktunya perut keroncongan.
Dan.. Zea ada dikubu kedua dengan fakta bahwa perutnya senantiasa berdemo bahkan sejak dirinya membuka mata dari hibernasinya semalaman. Tetapi ia akan menjadi orang yang sangat banyak maunya perihal sarapan.
Ya dipikir saja, memang ada orang sarapan meminta seblak? Atau cimol Mamang-Mamang dipengkolan yang mangkalnya saja sekitaran jam sebelasan?! Pagi-pagi gini mah mungkin Mamangnya saja masih ngasih makan ayam jagonya sambil pakai sarung kotak-kotak.
Jika sudah begitu biasanya Bian yang Zea buat kelimpungan. Terus Bian jadi suka merenung di pojokan. Ini gak lagi ngidam aja mintanya udah bikin gue keliyengan. Gue takut kalau dia ngidam mintanya bakal aneh-aneh kayak, es mambo yang di bekuin nya harus banget dikutub utara. Misalnya?
Tapi untungnya hari ini selera gadis itu dapat di terima dengan nalar karna yang diinginkannya pagi ini bubur ayam. Jalan sedikit kedepan terus belok kanan juga akan ketemu penjual gerobakan yang jual.
"Lo mau makan bubur aja harus dandan pake elener segala, Ze, Ze." decak Bian seraya memicing kearah Kaca yang memantulkan wajah Zea. "mau genit sama mang james lo ya?" tuduhnya menyebutkan nama tukang bubur yang hendak mereka datangi.
Tidak menanggapi ucapan cowok itu, Zea lebih memilih fokus dengan lukisan eyeliner, agar hasilnya tidak meleber kemana-mana, tapi ternyata harapannya tidak terjadi karna dari kaca terlihat Bian sedang menyemprotkan protecting mist miliknya yang tergeletak dikasur pada sweater cowok itu.
Mata Zea terbelalak dan mengedip berkali-kali, membuat garis eylener itu keluar dari jalurnya.
"Itu bukan parfum." ringis Zea.
"Oh -eh kirain tadi parfum." dengan tampang tak berdosa nya cowok itu menampilkan deretan gigi putihnya seraya meletakan kembali botol yang ia pegang. Bian menyipit lalu beranjak untuk memastikan penglihatannya. Seketika ia tergelak karna mendapati kelopak mata Zea yang terlihat lucu karna coretan hitam panjang tak beraturan disana.
Zea yang baru menyadaripun merengek sambil mengomel yang kalau kata Bian suaranya sudah serupa suara bebek di kartun yang pernah ia tontonnya waktu kecil.
"Berasa pafrum kali ya pak? Padahal wangi aja nggak loh." dumel Zea.
Helaan nafas keluar dari mulut cowok dengan sweater putih dan celana joger hitam. Langkahnya mengarah pada pintu, tangannya sudah berada digagang siap membuka.
"Sebenarnya tadi udah tau kalau itu bukan parfum, tapi sengaja aja biar lo gak fokus, terus eyelener nya belepotan." ucapnya langsung menarik pintu serta keluar dari sana dengan tergelak puas.
Zea ingin mengumpat tapi urung karna ia ingat sebentar lagi belalang kucrut itu akan menjadi suaminya. Jadi gadis itu hanya bisa mengelus dadanya sambil menggerutu.
Diluar rumah nampak Bian sedang asik dibawah pohon rambutan, matanya menandai buah-buah yang sudah siap untuk dipetik, "pokonya nanti siang, pas si panda guling lagi ngebo, gue bakal nyamperin kalian, oke? Soalnya kalau metiknya pas ada dia pasti kebanyakannya bakal di cemilin dia dibawah, terus gue yang metik cuman kebagian nyapu aja." curhatnya pada rambutan merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Story With Uncle
HumorCinta tak harus memiliki? Omong kosong. Nyatanya hati kecilmu menginginkan untuk bisa memilikinya. Itulah yang dirasakan Zea Fahreya, gadis yang terjebak dengan perasaan cinta yang salah terhadap Omnya. Lalu, bagaimana ketika takdir mempersatukan me...