4. Kematian Bi Dilah

8.5K 307 1
                                    

Desa yang asri. Sejuknya udara yang ada. Pepohonan yang menjulang tinggi di terpa angin kencang membuatnya mergoyang seolah tengah menikmati pesona alam Desa Karanggede.

"Le ibu mau balik ke kota, kerja lagi. Kamu baik baik di rumah ya! Jangan lupa kunjungi bapakmu setiap hari sore Kamis Wage!"

"Iya bu, ibu baik baik di kota ya"

"Seharusnya ibu yang bilang gitu sama kamu"

"Gpp bu Bima baik-baik disini. Kalau udah tamat SMP Bima janji susul ibu di kota, boleh kan bu aku sekolah di kota SMA nya?"

"Boleh le boleh."

"Bima janji buat usaha dapetin nilai terbaik biar dapet beasiswa di SMA kota elit itu Bu!"

"Jangan buat janji nak, tapi berusahalah dan berdoa!"

Percakapan singkat itu mengakhiri pertemuan antara Bi Dilah dengan anaknya. Bima sakti. Anak semata wayangnya yang ia tinggal sendiri di desa demi mencari uang di kota untuk menghidupi anaknya, sekolahnya dan sebagainya. Sang sumi yang telah tiada sejak Bima dalam kandungan membuat Bi Dilah harus bekerja ekstra lebih lagi. Berperan sebagai ayah dan ibu sekaligus demi mencukupi kasih sayang anaknya.

Tapi semenjak Bima masuk sekolah SD, biaya yang ia cari di desa tidak mencukupi lagi untuk biaya sekolah sekaligus biaya hidup. Keadan tersebut mengharuskan Bi Dilah bekerja di kota. Dan dengan kemurahan hati seorang juragan sapi di kota. Siapa lagi kalau bukan Froza Aleandro Mahendra. Ia bisa bekerja mencari uang untuk sekolah anaknya, tapi ia juga harus tahu konsekuensinya, yaitu jauh dari anaknya.

Bima tidak masalah. Asalkan ibunya selalu sehat dan juga istirahat dengan cukup. Maka Bima akan mengijinkan.

"Ibu hati-hati di jalan," pesan Bima. Memeluk ibunya dengan erat. Beberapa minggu lagi ia akan ke kota dan tinggal bersama ibu, selamanya.

"Iya le, kamu juga hati-hati di sini ya. Kalau ada apa apa kabari ibu atapu pakdhemu." Bi Dilah mengusap rambut tebal putranya dengan penuh kasih sayang. Perasaannya tidak tenang kali ini untuk meninggalkan Bima sendiri di desa.

"Iya ibu."

"Ibu berangkat, taksi yang di pesenkan nak Froza sudah ada di depan gang"

"Aku antar ya Bu"

Bi Dilah mengangguk. Sepasang anak dan ibu itu meninggalkan rumah sederhana nan asri di sekeliling lingkungannya. Hari ini jadwal Bi Dilah kembali ke kota. Ia ijin kepada Froza selama 3 hari untuk menjenguk anaknya. Sebenarnya Froza memberikan waktu lebih, tapi Bi Dilah tidak mau lama-lama di desa, takutnya malah balik ke kota ia tidak jadi lantaran sudah terbiasa adanya kehadiran Bima.

Mobil taksi sudah terparkir apik di pinggir gang. Itu mobil taksi yang di pesenkan Froza untuk dirinya. Tas bawaan sudah ia taruh di bagasi taksi atas bantuan Bima dan juga sopir taksi itu.

"Pak sopir, hati hati ya di jalan," Bima berkata. Atensinya kembali kepada ibunya, "Ibu sehat-sehat di kota. Bima betar lagi nyusul."

"Iya le, ibu pamit assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam."

Bi Dilah masuk kedalam mobil taksi. Kacanya ia buka dan tangan serta kepalanya menjumbul keluar. Melambaikan tangannya kepada Bima dan di balas juga dengan Bima.

Bertepatan dengan tangan dan kepala Bi Dilah masuk kedalam, mobil berjalan meninggalkan Bima yang masih melambaikan tangannya di udara.

🐄

"Pak jalannya sendkit cepat ya, takutnya kemaleman pas sampai di kota," kata bi Dilah sedikit memerintah.

Sekarang ini sedang pukul 1 siang. Dan perjalanan dari desa ke kota itu membutuhkan wantu kurang lebih 7 sampai 8 jam. Ditambah lagi kota itu suka macet kalau sore hari dan itu bisa membuat lebih lama lagi saat di jalan.

Mas Duda (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang