14. SMA Neosantara

5.8K 237 0
                                    

"Bunda, Pitan mau nasi goreng sama timun. Tapi, timunnya dikit aja, 6 iris ya!"

Meja makan yang biasanya hanya kelilingi Froza, Pitan, Bima dan Caca kini tambah dua personil, siapa lagi  kalau bukan Sumi dan juga Parjo.

Pasangan paruh baya itu menatap anaknya, Caca dengan cekatan mengambilkan sarapan untuk keluarganya bahkan mereka pun.

"Selamat makan!"

Mereka langsung sibuk dengan makanan yang di hidangkan dengan khidmat minus satu orang, siapa lagi kalau bukan Caca.

Dia masih merasa canggung dan juga asing dengan suasana saat ini, yang mana satu meja makan dengan kedua orang tuanya ditambah lagi, ada Froza yang sedari tadi menatapnya dengan intens.

Berbicara tentang orang tua Caca, mereka mulai sekarang sampai 2 Minggu kedepan akan menginap di rumah Froza ini. Awalnya mereka akan kembali ke desa lagi, tapi niatnya urung lantaran Froza larang, alasannya Caca masih kanget. Selalu saja nama Caca yang di sangkut pautkan.

Tentu saja mereka, Sumi dan Parjo bermalam di paviliun samping rumah Froza, mana mungkin Froza rela satu atap dengan orang yang berkemungkinan akan menganggu dirinya dan Caca bermesraan, kebohongan. Ya itu hanya kebohongan.

"Kakak hari ini berangkat jam berapa?" Itu hanya pertanyaan basa basi dari mulut Caca teruntuk Bima.

Setelah melewati hari-hari yang melelahkan karena MPLS akhirnya Bima sudah resmi menjadi salah satu peserta didik SMA Neosantara, sekolah Bima. Dan hari ini adalah hari Senin, hari pertama masuk, bukan lagi MPLS melainkan menjadi siswa disana, yang mana harus berangkat lebih awal dari biasanya.

"Jam setengah tujuh ya bunda, aku takut telat," Caca mengangguk kecil dan kini atensinya sepenuhnya menatap ayah dan ibunya.

Setelah drama penuh kebohongan di mulai, Froza menyuruh kedua anaknya untuk memanggil Caca dengan sebutan, bunda. Menolak keras adalah hal pertama yang Caca lakukan, tapi ada daya dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima. Lebih parahnya lagi ia dan Froza mengharuskan tidur dalam satu ruangan, dimana lagi kalau bukan di kamar Froza dan itu satu ranjang. Tolong di garis bawahi, satu ranjang.

Tidur satu ranjang dengan orang tak memiliki hubungan denganya tidak pernah terbayang di benak Caca sekalipun. Setiap hendak tertidur ada saja drama murahan Froza, entah itu yang gerah mengharuskan Froza tidur telanjang dada dan saat bangun tidur Caca harus dibuat layaknya sehabis lari maraton lantaran dengan tidak sopannya, Froza mendekap Caca, lebih parahnya lagi Caca bagaikan guling yang berbentuk manusia.

Oke, lupakan soal itu dan kembali lagi pada suasana ruang makan.

"Ibu dan ayah hari ini mau di rumah aja? Maksud Caca, kalian tidak jalan-jalan? Soalnya Caca ada kuliah pagi, takutnya kalian sendirian di rumah."

Benar hari ini Caca ada mata kuliah di pagi hari dan ingatkan Caca nanti dia akan memberi sedikit pelajaran kepada Nenda.

"Ibu sama ayah mau ke peternakan suamimu, pengen liat aja." Parjo menatap Froza dengan kerlingan mata genitnya dan di balas tatapan malas oleh Froza.

Sedikit sebal dengan Parjo, Froza selalu saja di tatap dengan mata genitnya. Sebenarnya apa maksud tatapan itu. Sejak Parjo menerima bahwa Caca sudah memiliki suami, walaupun hanya sah di mata agama, sejak saat itulah tatapan genit selalu terlempar kan kepada Froza, dan Froza tidak tau apa arti tatapan itu.

"Bunda ayo berangkat, Pitan hari ini upacara bendera, Pitan enggak mau ya telat kayak dua minggu yang lalu!"

Ingatan Caca berputar kepada dua minggu yang lalu, yang mana Pitan telat berangkat ke sekolah karena insiden dia bangun kesiangan. Caca meringis pelan.

Mas Duda (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang