Sikap seseorang kadang tak bisa di tebak oleh mata telanjang, kita memerlukan insting yang kuat dan keyakinan yang kuat juga untuk menebaknya.
Marsel kini sedang memikirkan berbagai cara agar dia bisa berbaikan lagi dengan Pitan. Sifat Pitan sangatlah menurun dari Froza. Sulit di tebak, tadi baru saja suasana hatinya baik dan kini menjadi buruk, alasanya adalah Marsel.
"Sialan, mulut biadap," umpat Marsel tepat di undakan tangga terkahir.
Matanya menatap pintu kamar Bima dan Pitan secara bergantian. Bingung, dia harus ke kamar siapa dulu, karena dua orang lah yang berhasil ia sakiti.
"Si anak pungut dulu deh."
Tanpa mengetuk pintu kamar Bima, Marsel langsung masuk. Baru saja pintu kamar tertutup pintu kamar mandi terbuka, muncullah Bima yang baru saja mandi yang sudah di balut kaos oblong tanpa lengan dan celana kolor gambar abstrak. Rambut yang di biarkan berantakan dan setengah basah serta handuk yang bertengger manis di bahunya.
"Kenapa om? Mau ngatain aku lagi?" Manusia memang suka berpersangka buruk.
Marsel memutar bola matanya malas, kalau begini dia jadi tidak mood untuk meminta maaf kan.
"Maafin mulut gue yang tadi ngatain lo." Marsel berjalan mendekati Bima yang duduk di ranjang dan ikut bergabung. Helaian nafas terdengar dan pelakunya adalah Bima.
"Maaf juga om, tadi aku nggak sopan"
"Itu sih wajar, sedangkan gue? Ah intinya gue minta maaf"
"He'em"
Hening. Mereka sibuk dengan pikirannya masing masing hingga pintu kamar Bima di buka membuat mereka mengalihkan pandangan secara bersamaan.
Pitan berdiri di ambang pintu, menatap Marsel dengan tatapan malas, "Kenapa om Marsel disini? Mau ngatain kak Bima lagi?"
"Sini dek, duduk," ajak Bima menepuk tempat duduk di sampingnya, lebih tepatnya diantara dirinya dan Marsel.
Dengan malas malasan Pitan berjalan dan duduk di antara Marsel dan Bima. Menatap Marsel sinis lalu menatap Bima dengan penuh binar.
"Kak Bima mau kan nemenin aku ke toko kue langganan bunda?"
"Boleh, kakak ganti celana dulu ya!"
Pitan mengangguk. Dan kini hanya tersisa Pitan dan Marsel yang terdiam seribu bahasa. Lebih tepatnya hanya Pitan yang terdiam, kalau Marsel sibuk bergulat dengan pikirannya.
"Tama gak ngajak om?"
"Enggak tuh, aku gak suka om sekarang. Om jahat, masa ngatain kak Bima. Jahat gak tuh?"
Perkataan pedas dari mulut mungil Pitan berhasil membuat Marsel terdiam."Ayolah, tadi om cuma kelepasan, kamu tau kan sifat om yang satu ini kayak giamna?"
"Halah, mulut om aja yang suka julidin orang"
"Tadi kak Bima udah maafin om lho, masak kamu enggak," perkataan Marsel berhasil membuat Pitan menatapnya dengan kerutan di dahi.
"Affah iyahh?!"
"Iya dek, kakak udah maafin om Marsel, kamu enggak ada niatan maafin om Marsel?"
"Kalau kak Bima udah Pitan juga udah"
"Dasar bocil kang ngikut!"
🐄
"Udah selesai kuliah siangnya ca?"
Begitu masuk ke rumah yang megah itu, Caca sudah di sebu dengan pertanyaan, siapa lagi kalau bukan Ayu.
"Udah ma, emm Mas Froza sama anak-anak kemana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Duda (SELESAI)
General Fiction"Mas..." "Apa sayang hmm," bahkan dalam keadaan setengah sadarpun Froza masih saja suka menggoda Caca hingga membuat pipi Caca bersemu merah. "Ayo masuk!" Ajak Caca berusaha menahan berat badan Froza yang beratnya melebihi dosanya. "Masuk kemana hmm...