38. Taruhan

3.4K 167 0
                                    

Sudah 3 Minggu lebih pencarian Caca tidak membuahkan hasil. Selama itu Froza tidak menyerah. Sudah banyak orang dalam yang Froza suruh untuk mencari Caca tapi tetap saja, tidak ada hasil.

Menjadi pribadi yang tertutup adalah Froza. Semenjak Caca dinyatakan meninggal dari pihak kepolisian atas jatuhnya pesawat itu, Froza menjadi tertutup dan lebih memilih mengurung dirinya di kamar daripada berbaur dengan orang lain.

Bahkan Bima yang sudah pulang kemarin sore pun tidak Froza urus, padahal dia ayahnya. Anaknya yang kecil pun tidak terurus di rumah sakit, tapi ada Max yang bisa di andalkan, tapi Froza tidak peduli. Yang ia mau sekarang adalah Caca kembali.

Ruang kamar yang biasanya terang benderang kini, menjadi gelap gulita karena sang pemilik suka kegelapan. Sunyi adalah suasananya. Botol anggur merah berserakan di mana-mana Putung rokok pun juga berada di mana-mana.

Tok tok tok

Ketukan pintu berulang kali tak membuat sang penghuni beranjak.

"Nak, Froza ayo makan. Kamu udah dari kemarin enggak makan lho!" rayu Ayu dari balik pintu kamarnya.

Yah dia adalah Froza. Si duda beristri yang terlihat kacau karena di tinggal istrinya yang katanya mati, tapi Froza yakin seratus persen bahwa istrinya belum mati.

Ceklek.

Tak.

Pintu terbuka disusul lampu kamar menyala menampakkan Ayu yang berdiri di ambang pintu menatap prihatin Froza.

Rambut yang sudah memanjang hingga menutupi mata. Wajahnya mulai di tumbuhi bulu bulu tipis terutama di dagu dan di bawah hidungnya, bukannya menambah kesan hot tapi, malah menambah kesan jelek. Tubuh yang dulunya tercetak otot-otot sempurna kini menjadi tak terbentuk lagi karean kebanyakan miras dan rokok hingga membuat ototnya hilang.

Segitu berpengaruh kah Caca di hidup Froza? Froza sekarang sudah seperti mayat hidup. Duduk termenung di dekat ranjang kepalanya menengadah menatap langit-langit kamarnya yang di penuhi foto Caca. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Froza.

"Nak, hey. Ayo makan." Ayu mendekat dan mengusap puncak kepala Froza.

Froza menggeleng.

"Gak kasian sama tubuh kamu? Udah krempeng lho?" Dalam keadaan begini saja Ayu masih bisa bercanda. Tapi Froza tetap diam.

"Mama suapin ya?"

Froza kembali menggeleng.

"Kenapa?"

"Apa Caca udah makan?"

Ayu bungkam. Sejujurnya Ayu ingin memaki Froza, terlalu berlarut dalam kesedihannya hingga melupakan kesehatan dan juga penampilannya.

"Caca udah mati, ingat kata petugas polisi Minggu lalu? Sadar nak dia sudah tenang di alam sana. Ikhlaskan!" Kata Ayu naik satu oktaf, tidak habis pikir. Bisa bisanya Froza memikirkan orang yang sudah mati.

Froza mematung lalu menatap Ayu tajam, "GAK GAK MUNGKIN! CACA BELUM MATI MA. CACA BELUM MATI!"

PRANG

Froza lepas kendali hingga ia melempar dua botol anggur merah di dinding. Kalau tidak sigap mungkin Ayu sudah terkena serpihan kacanya.

Plak.

"SADARLAH, DIA SUDAH MATI. INI JUGA KARAN SIFAT GILAMU! KAMU TEROBSESI KEPADANYA HINGGA CARA APAPUN KAMU LAKUKAN. JANGAN SALAHKAN BILA DIA PERGI!"

Bentak Ayu murka. Sudah tidak rahasia lagi kalau Froza memiliki rasa obesi kepada Caca. Sebuah pengakuan Froza kemarin saat mabuk berat membuat Ayu mengerti alasan Caca pergi dari rumah.

Mas Duda (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang