"KAMU, KAMU YANG UDAH AMBIL UANG SAYA DI KOTAK INI KAN?!"
"ENGGAK, AKU GA AMBIL BU!"
"HALAH NGAKU AJA!"
"DASAR PENCURI!"
"MALING MANA ADA MAU NGAKU!"
"AKU BERSUMPAH AKU ENGGAK MENCURI, KALAU AKU MENCURI AKU MATI TERGILAS TRUK HARI INI JUGA KALAU ITU ENGGAK TERBUKTI, MAKA IBU YANG AKAN MATI TERLINDAS TRUK HARI INI JUGA!?"
DUARRR
🐄
"Hiks..dad pusing palaku!"
"Peluk, dingin!"
Suara rengekan yang lirih itu mengisi ruangan kamar yang di dominasi warna merah hitam. AC yang biasanya menyala menyalurkan udara dingin kini sudah tidak lagi, suhu yang biasanya dingin kini di ganti menjadi hangat.
"Utututu sini, anak gue yang ngeyel, Daddy peluk!"
Sepasang tangan kekar melingkar di tubuh mungil bocah laki-laki itu. Rasa hangat mulai menjalar di seluruh tubuh bocah laki-laki itu. Menghasilkan kenyamanan. Selimut tebal menutupi tubuh mereka membuat suhu menjadi menghangat dengan perlahan.
Mereka Froza dan juga Pitan.
"Masih mau ngeyel lagi?" Tanya Froza diiringi dengan nada sinis. Pitan yang berada di pelukan Froza menggelengkan kepalanya pelan. Lantaran kepalanya yang berat, bahkan hanya untuk bergerak satu inci pun sakit, seperti tertimpa beton berton ton. Pelukannya kian mengerat saat Pitan merasakan tubuh Froza sedikit menegang lantaran menahan amarah yang sedikit lagi akan meledak.
"Besok-besok makan es yang banyak, kalau perlu yang ada di kulkas es di makan semua!"
Pitan menggeleng brutal sampai-sampai kepalanya terbentur bentur dada bidang Froza. Isakan kecil menggiringnya. Bahkan tangannya yang kecil berusaha memeluk tubuh kekar Froza guna mengurangi amarah Froza.
"Enggak...hiks..hik, Pitan enggak mau makan es...hiks...Daddy jangan marah...hik Pitan minta maaf...hik"
Ingatan Froza kembali pada kemarin sore. Kemarin, Pitan mengajak ke Indomaret katanya mau membeli es cream yang berbentuk sapi sekebon. Tak mau membuat Pitan merengek akhirnya Froza menurutinya.
Sampainya di Indomaret, Pitan tak tanggung-tanggung ia langsung mengambil beberapa bungkus es cream, bukan bukan bungkus tapi berdus dus. Bahkan sampai satu troli penuh dengan es cream sapi itu. Dan Froza membiarkannya, asalkan anaknya senang.
"Dad, aku mau yupi sapi ya," apa katanya yupi sapi? Dia tidak melihat apa satu troli sudah penuh dengan es cream sapi.
"Kalau mau yupi sapi, es creamnya dikit aja biar impas," kata Froza melirik troli dan rak berbagai permen yupi sapi secara bergantian.
"Aaaa ayolah dad, malu dong jadi juragan sapi tapi pelit," sindir Pitan diiringi rengekan.
"Heh, boncel gue tu ngajarin lo buat hemat bukan ada maksud lain," lama kelamaan Froza jadi gemes dengan anaknya yang satu ini.
Pitan menatap memelas kearah Froza, matanya berkaca kaca siap menumpahkan air matanya sebelum perkataan Froza terucap...
"Mata anjingmu ga mempan sama gue boncel!"
Seketika tatapan Pitan menjadi sinis, "Daddy pelit!"
"Lo diem dulu, gue mau angkat telpon dari om Eric!" Bersamaan dengan itu Froza berbalik badan menjadi membelakangi Pitan untuk mengangkat telpon dari Eric, jaga-jaga kalau Pitan menguping pembicaraan orang dewasa.
Tiba-tiba ide gila Pitan lewat di benaknya. Ia menatap Froza yang masih sibuk dengan telepon, sementara matanya menatap rak yang berada di sampingnya. Sederet permen yupi dari beberapa rasa dan juga berbagai bentuk. Dalam hatinya ia tersenyum iblis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Duda (SELESAI)
General Fiction"Mas..." "Apa sayang hmm," bahkan dalam keadaan setengah sadarpun Froza masih saja suka menggoda Caca hingga membuat pipi Caca bersemu merah. "Ayo masuk!" Ajak Caca berusaha menahan berat badan Froza yang beratnya melebihi dosanya. "Masuk kemana hmm...