9. Duda genit

10.1K 364 5
                                    

"KAK BIMA TUNGGUIN PITAN!!"

Gedubrak

Teriakan Pitan yang menggelar dan disusul suara orang yang jatuh sontak membuat seisi rumah menghampiri sumber suara.

Nampak Pitan yang sudah rapi dengan seragam sekolah jatuh terduduk di atas tangga. Sepatu yang seharusnya di pakai kini sudah menggelinding di anak tangga terkahir. Tak jauh beda dengan tas punggung bergambar ultarman itu.

"Pitan gpp kan?" Tanya Bima khawatir dari tangga bawah. Dengan berlari kecil Bima menaiki tangga membantu Pitan yang masih saja duduk diam. Mungkin meresapi rasa sakit di pantatnya.

"Pantat Pitan kayak di seruduk tanduk sapi, sakit, nyut nyutan," kata Pitan memandangi pantatnya yang bertumpu di lantai.

Bima yang hendak menolong Pitan hanya bisa meringis kecil, "Ayo berdiri atau mau Kak Bima gendong sampai bawah?"

"Mauu," girang Pitan dan langsung melompat ke gendongan Bima. Sedangkan Bima yang belum sepenuhnya siap hampir saja terjungkal ke belakang, tapi reflek Bima sangat cekatan ia langsung memegangi pinggiran tangga.

"Lain kali jangan gitu ya, bahaya," Pitan hanya mengangguk sebagai jawaban.

Gendong ala koala adalah kesukaan Pitan sejak dulu, entah itu sama siapa aja. Di bawah tepatnya di meja makan sudah ada Froza yang duduk sembari bermain hp dan Caca yang kesana kemari untuk menyiapkan sarapan.

Semenjak Bi Dilah sudah tiada, Caca juga berprofesi sebagai asisten rumah tangga. Froza tidak berinsiatif untuk mencari asisten rumah tangga lagi. Katanya...

"Kalau sudah ada kenapa harus cari lagi?"

Asisten rumah tangga juga babby sister. Ya itu profesi Caca selain kuliah, saat ini.

"Mbak Caca mau aku bantu?" Tawar Bima yang baru saja duduk.

"Bol...

"Gak usah, itu udah tugasnya," perkataan Froza berhasil memotong perkataan Caca yang hendak menjawabi tawaran Bima.

Caca mendelik sebal. Setelah insiden di gang kemarin sikap Froza semakin semena mena terhadapnya. Tapi masih manusiawi kok.

"Bisa di skip dikit ga si? Gue keburu mati kelaparan," kata Froza menyindir Caca yang baru saja melatakkan susu hangat buat Pitan.

"Kalau mas mau makan duluan gpp kok," jawan Caca sembari tersenyum. Senyum tertekan.

"No no no, kita harus makan bersama!" Perintah Pitan mutlak.

Dan lihatlah, meja makan itu dikelilingi orang-orang yang menikmati sarapannya dengan khidmat layaknya seperti keluarga bahagia. Tapi nyatanya dari berbagai keluarga yang di satukan dengan keadaan.

Setelah usai sarapan, Caca dengan segera langsung menyingkirkan piring kotor ke dapur. Hanya dua piring dan 4 gelas yang harus Caca cuci. Dengan cekatan ia mencucinya.

"Pasangin dasi gue," begitu kembali ke meja makan dia sudah disuruh lagi oleh Froza untuk memasangkan dasi. Dasi hitam bercorak putih itu di sodorkan kearah Caca.

"Gue?"

"Bukan, calon istri gue. Ya elo lah siapa lagi disini selain elo?" Intonasi bicara Froza ketara sekali kalau dirinya tengah kesal. Merotasikan kelereng matanya, Froza menyodorkan dasi.

"Oh oke oke!"

"Btw kenapa pakai dasi si mas, biasanya engga tuh?" Sumpah Caca kepo banget dengan Froza pagi ini, tidak biasanya ia memakai dasi, dan biasanya ia hanya memakai kemeja saja.

"Ada rapat tiap bulan sama kolega bisnis sesama juragan sapi," kata Froza seadanya.

Ya, setiap bulan sekali sesama juragan sapi dari berbagai negara akan mengadakan rapat untuk kemajuan peternakan. Tepatnya setiap tanggal 10 awal bulan. Dan itu jatuh pada hari ini.

Mas Duda (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang