Kedua kaki Caca melemas begitu sampai di rumah. Wearpack masih terbalut di badannya. Saat turun dari taksi pun kakinya seolah tidak kuat lagi untuk menopang berat badannya. Akibat paksaan dari dalam tubuhnya, akhirnya Caca bisa masuk ke dalam rumah tanpa tumbang sedikitpun.
Semua penghuni rumah kecuali maid dan bodyguard pergi untuk urusan masing-masing. Bima yang belum pulang sekolah. Pitan dan Ayu pergi mengantarkan si kembar ke rumah baru mereka yang berada di kompleks perumahan blok B.
Begitu sampai di dalam kamar, badan Caca meluruh kelantai. Badannya menggigil hebat. Kepalanya berdenyut nyeri, seperti tertimpa Berton ton beton, serta pandangannya yang mulai memburam.
Caca sudah tidak kuat lagi untuk berjalan, bahkan untuk menopang bobot tubuhnya pun. Akhirnya tubuhnya meluruh ke lantai dengan keadaan menggigil.
Sedangkan di luar, tepatnya di ambang pintu masuk Bima baru saja pulang dari sekolah, ia hendak ke kamar tapi ia urungkan lantaran melihat air yang menetes di ambang pintu.
"Air apa ini?" Bima clingak clinuk menatap sekitar, para pekerja sedang di taman belakang dan di rumah ini hanya ada dirinya. Tak mau membuatnya penasaran akhirnya ia ikuti.
"Kok naik tangga? Wah jangan jangan maling?"
Bima menatap liar kearah sekitar lalu matanya menangkap sebuah tongkat baseball yang berada di bawah tangga. Ia mengambilnya untuk berjaga jaga kalau beneran ada maling.
Menaiki tangga, untuk mengikuti tetesan air tersebut, matanya juga menatap sekitar, berjaga jaga apabila ada seorang yang memukulnya dari belakang, siapa tau kan?
"Kok di kamar bunda? Wah jangan-jangan malingnya maling bunda? Wah bahaya nih"
Dengan mengendap endapan, Bima membuka pintu kamar Caca. Alangkah terkejutnya melihat Caca tergeletak tak berdaya dengan keadaan menggigil dan basah kuyup.
"Bunda!"
Persetan dengan tongkat baseball yang mengenai lampu baca di sudut kamar.
"Bunda, bun...
Panggil Bima yabg tak mendapatkan sahutan dari Caca. Dengan sekuat tenaga Bima mengangkat tubuh ramping Caca dan meletakkannya di atas ranjang dengan perlahan.
"Panas," gumam Bima setelah menyentuh kening Caca.
"Bunda habis ngapain sih? kok basah semua?"
Dumel Bima menyelimuti Caca sebatas dada. Ia keluar kamar. Kepalanya clingak clinguk mencari sosok maid perempuan yang bisa menggantikan baju Caca.
"Bu Ami, boleh minta tolong gak?"
Wanita setengah baya menghampiri Bima dan menunduk sopan lalu mengangguk.
"Tolong gantiin baju bunda, aku nggak tau bunda kenapa bajunya bisa basah, bunda juga demam, tolong ya"
"Baik tuan"
Bu Ami memasuki kamar setelah berpamitan kepada Bima. Sedangkan Bima ke kamarnya guna menganti pakaiannya.
"Papa tau belum ya, kalau bunda sakit?"
Bima lantas mengambil handphone dan mulai menghubungi Froza. Panggilan pertama tidak ada jawaban, hanya ada suara operator kalau nomer Froza sesnag berada di panggilan lain. Selang 2 menit Bima memanggil lagi, kali ini di angkat dan mulai terdengar suara Froza dari sebrang sana.
"Halo, kenapa Bim?"
"Pa, bunda sakit demam. Badannya menggigil"
"HAH DEMAM?!"
🐄
Begitu sampai di rumah, Froza langsung berlari bak di kejar setan menaiki tangga. Bahkan Ayu yang berada di ruang tengah pun tidak di sapa. Ciri-ciri anak durhaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Duda (SELESAI)
General Fiction"Mas..." "Apa sayang hmm," bahkan dalam keadaan setengah sadarpun Froza masih saja suka menggoda Caca hingga membuat pipi Caca bersemu merah. "Ayo masuk!" Ajak Caca berusaha menahan berat badan Froza yang beratnya melebihi dosanya. "Masuk kemana hmm...